Mengenal Tiga Kelompok Produk Perkebunan Kelapa Sawit
Selain berperan sebagai penghasil minyak nabati, perkebunan kelapa sawit menghasilkan biomassa dan jasa lingkungan.

Industri perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu penghasil minyak nabati yang telah lama dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat global. Dari total 17 jenis minyak nabati, minyak sawit menempati posisi sebagai salah satu minyak nabati utama dan terbesar di dunia. United States Department of Agriculture atau USDA (2023) mencatat bahwa sekitar 40 persen produksi dan konsumsi minyak nabati dunia disumbangkan oleh minyak sawit.
Selain berperan sebagai penghasil minyak nabati, perkebunan kelapa sawit menghasilkan dua produk lain yang memiliki peran signifikan bagi ekosistem global. Kedua produk tersebut adalah biomassa dan jasa lingkungan. Ketiga produk tersebut dihasilkan secara bersamaan (joint product) dan tidak saling meniadakan. Artinya, perkebunan kelapa sawit dalam satu kali proses produksi menghasilkan minyak sawit, biomassa, dan jasa lingkungan secara bersamaan.
PASPI Monitor (2024) dalam jurnal berjudul Three in One Product: Perkebunan Sawit Produksi Minyak Nabati, Biomassa, dan Jasa Lingkungan mengatakan, potensi pemanfaatan ketiga produk tersebut sangat besar dan perlu dioptimalkan dengan lebih baik. Optimalisasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi perkebunan kelapa sawit serta kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.
Berikut ini ulasan mengenai tiga kelompok produk perkebunan kelapa sawit, yakni minyak nabati, biomassa, dan jasa lingkungan yang dirangkum dari jurnal PASPI.
Minyak Nabati. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak nabati, yakni crude palm oil (CPO) dan crude palm kernel oil (CPKO) (PASPI, 2023). Minyak nabati yang diekstraksi dari daging buah sawit (mesocarp) dikenal dengan nama CPO, sedangkan minyak nabati yang diekstraksi dari biji sawit (kernel) dikenal sebagai CPKO. Hal tersebut menjadikan kelapa sawit sebagai satu-satunya tanaman di dunia yang mampu menghasilkan dua jenis minyak nabati berbeda.
Selain menghasilkan dua jenis minyak nabati berbeda, kelapa sawit juga merupakan tanaman dengan tingkat produksi minyak nabati (edible oil) tertinggi di dunia (PASPI Monitor, 2021a; PASPI, 2023). Produktivitas kelapa sawit secara global saat ini mencapai sekitar 4,3 ton minyak per hektare per tahun atau sekitar 8–10 kali lebih tinggi apabila dibandingkan dengan produktivitas minyak nabati utama lain, seperti minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari.
Berdasarkan data USDA (2023), volume produksi minyak sawit (CPO+PKO) dunia pada periode tahun 2022-2023 mencapai 86,35 juta ton. Dengan luas areal perkebunan sawit dunia sekitar 26,5 juta hektare pada tahun 2022, jumlah energi matahari yang dipanen dalam bentuk minyak sawit mencapai sekitar 86,35 juta ton setiap tahun.
Minyak sawit tersebut dimanfaatkan oleh berbagai industri di dunia untuk menghasilkan produk pangan (oleofood complex), produk oleokimia (oleochemical complex), dan produk bioenergi (biofuel energy) (Kojima et.al., 2016; Parcell, 2018; Shigetomi et.al., 2020). Produk berbasis minyak sawit ini tersedia secara global dan telah dikonsumsi secara luas oleh masyarakat dunia.
Biomassa. Bahan organik terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit bukanlah minyak sawit, melainkan biomassa. Foo Yuen (2011) melaporkan dalam sebuah studi, produksi biomassa dari perkebunan kelapa sawit mencakup biomassa dari tandan kosong (empty fruit bunch) sekitar 1,4 ton bahan kering per hektare per tahun; biomassa dari serat buah dan cangkang (oil palm fibre and shell) sekitar 2,4 ton bahan kering per hektare per tahun; biomassa dari pelepah atau daun (oil palm frond) sekitar 9,3 ton bahan kering per hektare per tahun; serta biomassa dari batang sawit (oil palm trunk) sekitar 2,9 ton bahan kering per hektare per tahun.
Secara total, produksi biomassa kelapa sawit mencapai sekitar 16 ton bahan kering per hektare per tahun. Jumlah tersebut sekitar 3–4 kali lebih besar apabila dibandingkan dengan produksi minyak sawit. Dengan luas perkebunan kelapa sawit dunia sekitar 26,5 juta hektare maka diperkirakan sekitar 424 juta ton biomassa (bahan kering) dihasilkan setiap tahun.
Biomassa tersebut merupakan sumber energi baru terbarukan (new renewable energy) atau dikenal sebagai biofuel generasi kedua (PASPI Monitor, 2023c). Melalui penerapan teknologi konversi termokimia, biologi, kimia, dan fisika (Naik et.al., 2010), biomassa dapat diolah menjadi berbagai bentuk energi, seperti bioetanol, biometana, bioavtur, briket, biochar, serta berbagai produk oleokimia dan biomaterial.
Jasa Lingkungan. Perkebunan kelapa sawit memberikan kontribusi positif dalam bentuk jasa lingkungan. Dalam proses produksi, perkebunan kelapa sawit menyerap karbon dioksida (CO₂) dari atmosfer bumi sehingga berperan dalam menurunkan konsentrasi CO₂ di atmosfer. Penyerapan karbon dioksida ini merupakan salah satu bentuk jasa lingkungan yang memiliki signifikansi global, terutama terkait upaya memitigasi perubahan iklim.
Henson (1999) mengatakan perkebunan kelapa sawit mampu menyerap karbon dioksida dari atmosfer sebesar 161 ton CO₂ per hektar melalui proses fotosintesis dan melepaskan kembali sebesar 96,5 ton CO₂ per hektare melalui proses respirasi sehingga menghasilkan net carbon sink sebesar 64,5 ton CO₂ per hektare (PASPI Monitor, 2021b; PASPI, 2023). Kemampuan carbon sink pada perkebunan kelapa sawit bahkan dapat melampaui kemampuan tanaman hutan lain (Santosa et.al., 2023; PASPI Monitor, 2023d).
Besaran carbon stock pada perkebunan kelapa sawit bervariasi dan bergantung pada sejumlah faktor, seperti umur tanaman, produktivitas, serta populasi tanaman. Secara umum, semakin tua umur tanaman kelapa sawit maka semakin besar pula akumulasi carbon stock-nya (Singh et.al., 2018; Lamade & Bouillet, 2015).
Stok karbon pada perkebunan kelapa sawit merupakan hasil akumulasi dari proses penyerapan karbon dioksida (CO₂) dari atmosfer bumi. Kondisi ini mencerminkan kontribusi industri kelapa sawit terhadap upaya internasional dalam menurunkan emisi karbon serta mendukung mitigasi perubahan iklim global (PASPI Monitor, 2023a).