Mengenal Jalur Hilirisasi Minyak Sawit dan Dampaknya bagi Kinerja Ekspor
Program hilirisasi yang intensif dan konsisten dijalankan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2011 berimplikasi pada perubahan positif komposisi ekspor minyak sawit Tanah Air.

Indonesia merupakan produsen sekaligus eksportir minyak sawit terbesar dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh GAPKI (2024), produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 2023 lalu mencapai 54,84 juta ton yang terdiri dari 50,07 juta ton CPO dan 4,77 juta ton CPKO, atau pangsa produksinya mencapai 62 persen dari total produksi minyak sawit dunia.
Selain mendorong ekspor, pemerintah Indonesia juga semakin intensif untuk mendorong perkembangan hilirisasi minyak sawit domestik sejak tahun 2011. Hal tersebut selaras dengan temuan Sipayung T (2018) dalam laporan berjudul Politik Ekonomi Perkelapasawitan Indonesia yang menyatakan bahwa perkembangan hilirisasi minyak sawit di dalam negeri secara signifikan baru terjadi setelah tahun 2011.
PASPI menjelaskan, hilirisasi bertujuan agar Indonesia tidak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah (CPO) yang memiliki nilai yang lebih rendah, sekaligus juga dapat meningkatkan nilai tambah di dalam negeri dan menciptakan multiplier effect dan manfaat yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia.
Oleh karena itu, perkembangan hilirisasi sawit di dalam negeri berimplikasi pada perubahan komposisi ekspor minyak sawit yaitu dari dominasi CPO beralih menjadi ekspor produk olahan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
Jalur Hilirisasi Minyak Sawit Indonesia
Secara umum, PASPI (2021) dalam laporan berjudul Hilirisasi dan Perubahan Komposisi Ekspor Minyak Sawit Indonesia memaparkan, hilirisasi minyak sawit yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan atas tiga jalur hilirisasi, yaitu jalur hilirisasi oleopangan, oleokimia, dan biofuel. Berikut penjelasannya.
Jalur Hilirisasi Oleopangan (Oleofood Complex), yakni pendalaman industri-industri yang mengolah minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) menjadi olahan minyak sawit (refined palm oil/RPO) maupun industri-industri yang menghasilkan produk akhir berbasis minyak sawit (palm oil-based product) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Berbagai produk hilir oleopangan yang telah dihasilkan di Indonesia antara lain minyak goreng sawit, margarin, shortening, es krim, krimer, cocoa butter/specialty-fat, dan lain-lain.
Jalur Hilirisasi Oleokimia (Oleochemical Complex), merupakan industri-industri yang mengolah minyak sawit untuk menghasilkan produk oleokimia dasar hingga pada produk oleokimia akhir. Dari hilirisasi jalur oleokimia ini dihasilkan oleokimia dasar seperti fatty acid, fatty alcohol, gliserin, hingga produk jadi (consumer goods) seperti deterjen, sabun, sampo, dan kosmetik.
Jalur Hilirisasi Biofuel (Biofuel Complex), yakni industri-industri yang mengolah/menggunakan minyak sawit untuk produk energi seperti biodiesel (FAME) dan biohidrokarbon (green diesel, green gasoline, dan green avtur).
Data Kementerian Perindustrian RI mencatat ragam jenis produk hilir turunan kelapa sawit yang dihasilkan di Indonesia hanya sekitar 54 jenis. Namun pada tahun 2024, jumlahnya sudah berkembang menjadi lebih dari 200 jenis produk hilir kelapa sawit yang didominasi oleh produk oleopangan dan oleokimia.
PASPI (2020) dalam laporan berjudul Prognosa Tarif Baru Pungutan Ekspor CPO dan Alternatif Implementasi untuk Minimalisir Worse-Off menemukan, kebijakan penting dalam rangka pengembangan hilirisasi minyak sawit di Indonesia selama periode 2011-2020 adalah kebijakan pajak ekspor yang mencakup bea keluar dan pungutan ekspor.
Instrumen kebijakan pajak ekspor sawit tersebut diimplementasikan untuk mendukung hilirisasi. Untuk mempercepat hilirisasi minyak sawit dalam negeri, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan berbagai rangkaian insentif bagi industri hilir sawit seperti pengurangan pajak penghasilan (tax allowance), pemberian insentif pajak (tax holiday) untuk industri pioneer, super deduction tax untuk litbang dan vokasi, pembebasan bea masuk untuk barang modal industri serta pengembangan kawasan industri hilir sawit yang terintegrasi dengan jasa pelabuhan.
Perubahan Komposisi Ekspor Minyak Sawit Indonesia
Pengimplementasian berbagai instrumen kebijakan pemerintah dalam mendukung pengembangan hilirisasi minyak sawit melalui tiga jalur hilirisasi sawit tersebut telah berhasil membawa perubahan besar pada komposisi ekspor minyak sawit Indonesia. Berdasarkan data ITC Trademap (2010) dan BPS (2020) yang diolah PASPI dalam laporan berjudul Hilirisasi dan Perubahan Komposisi Ekspor Minyak Sawit Indonesia diketahui, pada tahun 2010 komposisi ekspor minyak sawit Indonesia masih didominasi kelompok produk bahan mentah (CPO) dengan pangsa sebesar 57 persen, kemudian diikuti oleh kelompok produk processed palm oil (38 persen), dan produk akhir berbasis sawit atau palm oil-based products (5 persen).
Program hilirisasi yang semakin intensif dan konsisten dijalankan sejak tahun 2011 berimplikasi pada perubahan komposisi ekspor minyak sawit Indonesia tahun 2020 yang didominasi oleh kelompok processed palm oil dengan pangsa sebesar 67 persen, kemudian diikuti oleh kelompok palm oil-based products (11 persen).
Sementara itu, pangsa ekspor kelompok produk bahan mentah (CPO) hanya 22 persen. Selain perubahan komposisi ekspor tersebut, hilirisasi minyak sawit juga menciptakan nilai tambah baru, pendapatan baru, dan kesempatan kerja baru bagi perekonomian Indonesia.
Terlepas dari komposisi ekspor tersebut, kinerja ekspor produk sawit tahun 2020 berhasil menorehkan prestasi yang membanggakan. Berdasarkan laporan PASPI (2021), diketahui nilai ekspor minyak sawit Indonesia tahun 2010 tercatat sekitar US$16,3 miliar dan mengalami peningkatan sebesar 40 persen dalam kurun waktu 10 tahun kemudian sehingga nilai ekspornya menjadi US$22,9 miliar pada tahun 2020.
Dalam laporan yang sama, PASPI mengatakan bahwa selain devisa ekspor produk sawit yang semakin meningkat, kinerja ekspor minyak sawit Indonesia saat ini juga semakin berkualitas. Hal ini dikarenakan: (1) ekspor minyak sawit tersebut berasal dari perkebunan sawit yang tersebar pada lebih dari 235 kabupaten di Indonesia sehingga peningkatan pendapatan devisa dari ekspor minyak sawit tersebut juga disertai dengan peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja di daerah sentra kebun sawit; (2) sekitar 35 persen minyak sawit yang diekspor dihasilkan dari 2,5 juta orang petani sawit rakyat atau usaha mikro kecil menengah (UMKM); dan (3) ekspor minyak sawit tersebut juga didominasi produk olahan yang dihasilkan oleh industri hilir domestik.