Mengembangkan Biohidrokarbon Kelapa Sawit di Indonesia
Biohidrokarbon kelapa sawit memiliki keunggulan apabila dibandingkan dengan bahan bakar fosil karena lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yang memiliki potensi besar sebagai sumber energi baru dan terbarukan. Salah satu potensi tersebut adalah pengembangan biohidrokarbon kelapa sawit. Biohidrokarbon memiliki struktur kimia yang mirip dengan bahan bakar fosil.
PASPI (2021) dalam jurnal berjudul Katalis Merah-Putih: Jalan untuk Mewujudkan Visi Bangsa Indonesia Menuju Ketahanan Energi Nasional Melalui Biohidrokarbon Sawit mengatakan bahwa asam lemak yang terkandung dalam minyak sawit terkontaminasi dengan karbondioksida pada salah satu ujung molekul. Oleh sebab itu, guna menghasilkan biofuel yang menyerupai susunan hidrokarbon bahan bakar fosil maka diperlukan katalis yang akan menghilangkan karbondioksida dan mengganti oksigen dengan hidrogen.
Tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) telah mengembangkan katalis di Indonesia sejak tahun 1982 silam. Akan tetapi, kerja sama antara ITB dan PT Pertamina (Persero) baru mulai berjalan pada tahun 2004 lalu. Hasil dari pengujian Katalis PITN 100-2T atau Katalis Merah Putih pertama di Indonesia berlangsung pada tahun 2010 dan menunjukkan bahwa katalis tersebut memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan katalis komersial.
Adapun apabila dibandingkan dengan bahan bakar fosil, biohidrokarbon kelapa sawit memiliki keunggulan karena lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. PASPI (2025) dalam jurnal berjudul Biohidrokarbon Kelapa Sawit mencatat beberapa manfaat lain dari biohidrokarbon kelapa sawit, yakni (1) sebagai sumber energi baru dan terbarukan yang dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor; (2) mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara karena biohidrokarbon dihasilkan dari bahan organik yang dapat didaur ulang.
Kemudian (3) meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit karena dapat meningkatkan harga jual FFB dan CPO; (4) meningkatkan daya saing industri kelapa sawit Indonesia di pasar global; hingga (5) mendukung pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
PASPI (2025) mengatakan proses produksi biohidrokarbon sawit melibatkan beberapa tahap, antara lain pengolahan CPO menjadi bahan baku biohidrokarbon dan pemurnian serta modifikasi produk. Dalam tahap awal, CPO diolah menjadi bahan baku biohidrokarbon melalui proses transesterifikasi atau hidrogenasi. Proses transesterifikasi melibatkan reaksi antara CPO dengan metanol dan katalis untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) dan gliserol.
Adapun, proses hidrogenasi melibatkan reaksi antara CPO dengan hidrogen dan katalis untuk menghasilkan hidrokarbon. Kemudian pada tahun selanjutnya produk hasil transesterifikasi atau hidrogenasi dipurnakan dan dimodifikasi untuk memenuhi standar kualitas yang sudah ditetapkan.
Terkait teknologi, PASPI (2025) menjelaskan bahwa teknologi yang digunakan untuk memproduksi biohidrokarbon secara umum diklasifikasikan menjadi dua kategori utama, yaitu termokimia dan biokimia.
Teknologi Termokimia
Teknologi termokimia memanfaatkan panas dan tekanan dalam proses transformasi biomassa menjadi biohidrokarbon. Di antara teknologi termokimia, yang paling umum digunakan meliputi pirolisis, gasifikasi, dan likuifikasi hidrotermal.
Perlu diketahui, pirolisis adalah proses memecah biomassa menjadi campuran gas, cairan, dan arang. Cairan tersebut dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan biohidrokarbon.
Kemudian likuifikasi hidrotermal adalah proses yang mengubah biomassa menjadi minyak mentah bio, yang merupakan cairan kental yang dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan biohidrokarbon.
Teknologi Biokimia
Teknologi biokimia menggunakan mikroorganisme untuk mengubah biomassa menjadi biohidrokarbon. Teknologi biokimia yang paling umum adalah fermentasi dan produksi minyak alga.
Sebagai gambaran, fermentasi merupakan proses yang menggunakan mikroorganisme untuk mengubah gula menjadi biohidrokarbon. Sebagai contoh, ragi dapat digunakan untuk fermentasi gula menjadi etanol yang merupakan biohidrokarbon dan dapat digunakan sebagai aditif bensin.
Kemudian produksi minyak alga adalah proses yang menggunakan alga untuk menghasilkan minyak yang dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan biohidrokarbon. Alga adalah jenis organisme fotosintesis yang dapat tumbuh di berbagai lingkungan, termasuk air laut dan air limbah.
Saat ini industri biohidrokarbon kelapa sawit di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa perusahaan besar seperti PT Pertamina (Persero) dan Pupuk Kaltim telah melakukan investasi dalam produksi biohidrokarbon sawit.
Implikasi penggunaan biohidrokarbon sawit bagi pembangunan berkelanjutan adalah dapat membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang telah ditetapkan oleh PBB dalam Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan (PASPI, 2025).
Dijelaskan PASPI (2025), penggunaan biohidrokarbon sawit dapat memberikan kontribusi positif dalam mencapai beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan seperti peningkatan akses energi yang terjangkau dan bersih (SDG 7), peningkatan kesejahteraan petani (SDG 1), serta perlindungan lingkungan hidup (SDG 13).