Moeldoko Sebut ISPO Menjawab Dinamika dan Tantangan di Sektor Kelapa Sawit

JAKARTA - Kelapa sawit telah menjadi salah satu penghasil utama devisa pendapatan negara dan dominan dalam berkontribusi terhadap pendapatan negara di sektor non migas, yaitu sekitar 83 persen dari suplus neraca perdagangan non migas di tahun 2020. Hal ini disampaikan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko saat menyampaikan keynote speech pada Webinar Nasional dengan Tema Strategi Penguatan Kebijakan Sawit Secara Berkelanjutan Dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Dalam Rangka Ketahanan Nasional, yang dilaksanakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Rabu (10/2).

Moeldoko Sebut ISPO Menjawab Dinamika dan Tantangan di Sektor Kelapa Sawit
Foto: Kepala Staf Kepresidenan RI Dr. Moeldoko sampaikan keynote speech pada Webminar Nasional Sawit BPDPKS (10/2). (Dok. BPDPKS)

Kontribusi ekspor sawit tahun 2020 mencapai US$ 25,60 milyar, dan trennya masih meningkat seiring peningkatan produktifitas lahan. Dari sisi penyerapan tenaga kerja mencapai 16 jt orang. “Artinya jumlah ini sangat besar, segala bentuk kebijakan di sektor ini akan sangat berpengaruh kepada petani dan kedepan akan selalu dibutuhkan kerja sama antara pemerintah selaku regulator dengan pengusaha dan petani kelapa sawit. Perlu kolaborasi untuk mencari jalan terbaik” tutur Moeldoko.

Saat ini Indonesia telah menjadi produsen terbesar kelapa sawit dengan lahan terluas yang hampir ada di seluruh provinsi di Indonesia dari Aceh s.d. Papua, kata Moeldoko, dan sektor ini telah membawa dampak baik bagi perekonomian dan kesejahteraan petani.

Namun di tengah besarnya kontribusi yang diberikan kepada negara, industri sawit harus berhadapan dengan dinamika dan tantangan yang telah menjadi isu internasional yang terus digaungkan oleh negara maju, seperti isu dampak terhadap konservasi keanekaragaman hayati, hutan, dan lahan.

“Untuk menjawab tantangan tersebut, Bapak Presiden pada April 2020 telah menandatangani Perpres No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO),” ujar Moeldoko.

Moeldoko pun menegaskan, para pengusaha dan petani kelapa sawit harus paham tujuh prinsip pelaksanaan ISPO tersebut. Di antaranya, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; penerapan praktek perkebunan yang baik; pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Selain itu juga ada prinsip tanggung jawab ketenagakerjaan; tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat; penerapan transparansi; dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.

“Dari tujuh prinsip itu, tiga hal perlu dikuatkan yakni pengelolaan aspek lingkungan hidup, sumber daya alam dan keanekaragaman hayati; pengelolaan dan tanggung jawab ketenagakerjaan; dan tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Jika ini mendapat perhatian bersama, dapat memperkuat argumentasi kita di dunia internasional,” jelas Moeldoko.

Berdasarkan mandat dari Perpres tersebut, Moeldoko meminta pelaku perkebunan dan industri sawit bisa melihat fokus perhatian Presiden terhadap keberlanjutan perkebunan kelapa sawit. “Jadi Perpres tersebut harus dipahami sebagai alat kontrol Presiden terhadap isu kelapa sawit dan sekaligus sebagai cara perlindungan terhadap lingkungan dan petani kecil,” tegas Moeldoko.

Terkait geopolitik internasional, Moeldoko menyampaikan bahwa ketahanan perkebunan kelapa sawit Indonesia hingga saat ini masih kuat. Sebagai negara produsen terbesar, kekuatan ini harus mampu diberdayakan agar bermanfaat bagi masyarakat banyak. Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat karena terkait dengan supply commodity di pasar internasional.

“Strategi kedepan yang perlu dikuatkan adalah hilirisasi produk hasil kelapa sawit menjadi produk turunan yang mempunyai nilai lebih antara lain Biofuel, Olefin dan bahan chemical lain,” tegas Moeldoko dalam paparannya secara daring dari Situation Room KSP.

Dalam rangka advokasi terhadap diskriminasi kelapa sawit Indonesia, Moeldoko menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa melalui WTO pada Desember 2019. “Pada Februari 2021, Bapak Presiden telah bertemu Perdana Menteri Malaysia dan bersepakat Indonesia dan Malaysia akan bersama-sama melawan kampanye hitam anti kelapa sawit di Uni Eropa,” terang Moeldoko.

Khusus untuk persoalan yang dihadapi petani kelapa sawit terkait sertifikasi ISPO, Moeldoko menyampaikan bahwa pemerintah akan berupaya memberikan kemudahan. “Pemerintah memiliki infrastruktur dan suprastruktur yang bisa tangani persoalan, apa yang dihadapi petani pasti ada jalan keluarnya. Masyarakat petani tidak perlu terlalu khawatir karena pemerintah akan berupaya untuk memberikan solusi” ujar Moeldoko.

Menutup sambutannya, Moeldoko mengajak seluruh pelaku perkebunan kelapa sawit untuk bekerja sama dan berpartisipasi aktif memberikan masukan dan saran kepada pemerintah atas persoalan-persoalan yang dihadapi di sektor sawit agar dapat dipahami bersama permasalahan yang ada dan berkolaborasi untuk penanganannya secara efektif. *** (Anw/BPDPKS).

 

Selengkapnya Perpres 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi ISPO dapat dilihat pada link berikut:

Perpres 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi ISPO - Beranda (bpdp.or.id)