Kajian Potensi Minyak Inti Sawit Merah sebagai Suplemen Makanan

Minyak sawit merah memiliki perbandingan komposisi fitonutrien yang jauh lebih tinggi dibandingkan minyak goreng komersial dan minyak zaitun.

Kajian Potensi Minyak Inti Sawit Merah sebagai Suplemen Makanan
Ilustrasi buah kelapa sawit. Buah kelapa sawit memiliki formulasi turunan seperti minyak sawit merah dan minyak inti sawit merah.

Minyak sawit merah merupakan salah satu jenis minyak nabati yang diperoleh dari daging buah sawit merah (elaeis guineensis). Buah sawit merah tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia, Malaysia, dan Afrika. Minyak ini memiliki warna merah karena kandungan karotenoid yang tinggi.

Selain itu, minyak sawit merah mengandung tokoferol, tokotrienol, dan asam lemak yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Jika dibandingkan dengan minyak yang beredar di pasaran, minyak sawit merah memiliki perbandingan komposisi fitonutrien yang jauh lebih tinggi dibandingkan minyak goreng komersial dan minyak zaitun (PASPI, 2025).

Dalam laman PASPI (2025) berjudul Minyak Sawit Merah: Kandungan, Karakteristik, dan Manfaat, dijelaskan, minyak sawit merah bisa dikembangkan untuk mencegah stunting di Indonesia dan mengandung pro-vitamin A, vitamin E, dan squalene sebagai fitonutrien penting.

Minyak sawit merah dapat diaplikasikan dalam bentuk kapsul dan sirup, dengan dosis harian yang dianjurkan untuk berbagai kelompok usia. Manfaat kesehatan minyak sawit merah termasuk kemampuannya dalam mencegah dan mereduksi penyakit kardiovaskular, serta mencegah gangguan kognitif seperti alzheimer dan parkinson.

Selain minyak sawit merah, formulasi turunan terbaru dari buah kelapa sawit yaitu minyak inti sawit merah (red kernel oil, RKO). Melansir dari beberapa sumber, RKO merupakan minyak nabati yang diekstrak dari biji kelapa sawit (kernel) setelah melalui proses penyulingan yang tidak menghilangkan warna merah alaminya.

Berbeda dengan minyak sawit merah (red palm oil) yang berasal dari daging buah kelapa sawit, minyak inti sawit merah memiliki warna kuning dan memiliki komposisi asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa, dikenal sebagai minyak laurat.

Dari berbagai sumber disebutkan, RKO mengandung tokoferol dan tokotrienol, yang merupakan komponen vitamin E. Kandungan karotenoid, terutama beta-karoten, memberikan warna merah pada minyak ini dan merupakan provitamin A yang dapat diubah menjadi vitamin A dalam tubuh.

Dr. Frisda Rimbun Panjaitan; Ilmi Fadhilah Rizki; Manda Edy Mulyono; Brahmani Dewa Bajra; Dr. rer. medic., dr. M. Ichwan M.Sc, Sp. KKLP, Subsp. FOMC (2024) dalam penelitian berjudul Kajian Potensi Minyak Inti Sawit Merah Sebagai Suplemen Makanan pada 8th Pekan Riset Sawit Indonesia/PERISAI yang didanai oleh BPDP menjelaskan, RKO merupakan hasil pencampuran secara enzimatis antara red palm super-olein yang tinggi oleat dan rendah palmitat (HOLP-RPSO) dengan minyak inti sawit (palm kernel oil, PKO).

HOLP-RPSO mengandung fitonutrien yang tinggi, sedangkan PKO kaya akan asam lemak rantai sedang (medium chain fatty acid, MCFA). Pencampuran kedua bahan baku tersebut menjadikan RKO memiliki kandungan fitonutrien (karoten dan vitamin E) serta tinggi akan MCFA.

Setelah dilakukan pengujian aktivitas anti-bakteri, formula RKO-C dan RKO-D memiliki efikasi antibakteri yang unggul untuk menghambat pertumbuhan staphylococcus aureus, escherichia coli, dan salmonella typhi.

Penelitian selanjutnya adalah melakukan pengujian toksisitas subkronis selama 90 hari secara in vivo (dengan menggunakan hewan uji) untuk menguji keamanan RKO-C dan RKO-D sebelum digunakan, bahkan dikonsumsi oleh manusia. Sebagaimana diketahui bahwa RKO mengandung monolaurin yang berperan sebagai asam lemak utama, dan juga kaya akan karotenoid dan vitamin E.

Sinergitas dari seluruh bahan aktif tersebut menunjukkan tidak adanya perubahan signifikan terhadap hewan uji, bahkan memberikan dampak positif. RKO tidak meningkatkan berat badan secara signifikan. Namun, adanya peningkatan berat badan tersebut diterjemahkan sebagai peningkatan pertumbuhan seiring dengan pertambahan usia hewan uji.

RKO tidak hanya mampu mengontrol berat badan namun juga tidak berpengaruh pada bobot organ. Pada data hematologi (profil darah) juga terlihat tidak adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa RKO mampu menjaga profil darah yang sehat (Panjaitan, dkk., 2024).

Hal yang menarik terlihat pada data serum biokimia hewan uji setelah diberikan RKO yaitu penurunan kadar LDH (lactate dehydrogenase) secara signifikan. Meningkatnya kadar LDH sering kali menjadi indikasi kerusakan jaringan, terutama pada hati dan otot, namun RKO berpotensi untuk membantu menjaga integritas sel sehingga mengurangi pelepasan LDH ke dalam aliran darah.

RKO juga secara signifikan mampu menurunkan kadar CK (creatin kinase) pada hewan uji. Sebagai informasi, CK adalah enzim yang memainkan peran penting dalam metabolisme energi, terutama di jaringan otot dan otak, dan peningkatan kadarnya dapat mengindikasikan kerusakan jaringan.

Penurunan kadar AST (aspartate aminotransferase) yang signifikan pada hewan uji juga menjadi potensi penting yang dimiliki oleh RKO. AST adalah enzim yang dilepaskan ke aliran darah ketika terjadi kerusakan atau disfungsi hati, dan kadarnya umumnya digunakan sebagai biomarker untuk kesehatan hati.

Kemampuan RKO tersebut dipengaruhi oleh adanya karotenoid dan vitamin E (terutama tocotrienol). Kedua fitonutrien tersebut berperan sebagai zat antioksidan yang kuat yang menjaga tubuh dari stres oksidatif, memiliki efek kardioprotektif dan protektif terhadap hepatotoksisitas (Panjaitan, dkk., 2024).

Berdasarkan uji toksisitas tersebut, RKO aman untuk dapat dikonsumsi karena tidak menyebabkan adanya perubahan yang signifikan terhadap organ utama, tidak ada dampak yang buruk pada kondisi kesehatan darah dan biokimia darah.

Sebaliknya RKO memberikan respons positif terhadap peningkatan kesehatan hewan uji. Selanjutnya, masih perlu adanya pengembangan lanjutan RKO sebagai suplemen makanan terutama sebagai pendamping terapi sebagai penambah gizi pada kasus stunting pada anak (Panjaitan, dkk., 2024).