Hadapi Diskriminasi Sawit oleh Uni Eropa, BPDPKS Dukung Gugatan Sengketa di WTO

Jakarta – Gugatan sengketa Pemerintah RI terhadap regulasi RED II Uni Eropa di forum DSB WTO (sengketa DS 593) terus bergulir. Dalam rangka menghadapi sidang pertama (First Substantive Meeting) DS 593 tersebut, yang direncanakan pada April 2021 ini, Direktorat Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan menggelar rapat persiapan awal penyusunan posisi Indonesia pada Rabu (24/3).

Hadapi Diskriminasi Sawit oleh Uni Eropa, BPDPKS Dukung Gugatan Sengketa di WTO
Foto: Wakil Menteri Perdagangan menyampaikan arahan pada kegiatan rapat awal dalam rangka persiapan sidang pertama sengketa DS 593 WTO. (Dok. Septy/Kementerian Perdagangan)

Kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga, serta perwakilan dari Kementerian/Lembaga terkait, Asosiasi Sawit, perusahaan sawit, Tim Ahli dan Kuasa Hukum Pemerintah RI. Wakil Menteri Perdagangan dalam sambutannya menyampaikan bahwa keberterimaan produk sawit pada referendum di Swiss dalam kerangka Indonesia-EFTA CEPA dapat membawa optimisme dalam upaya menghadapi diskriminasi produk sawit di Uni Eropa.

Gugatan sengketa DS 593 di WTO dilakukan pemerintah RI untuk memperjuangkan minyak sawit dan biofuel berbahan baku minyak sawit agar terbebas dari diskriminasi oleh Uni Eropa. Pemerintah Indonesia memandang RED II dan DR ILUC merupakan bentuk diskriminasi dan strategi ekonomi dan politik merugikan yang dapat menghambat akses pasar minyak kelapa sawit di Uni Eropa. “Perlakuan yang berbeda antara komoditas ini melanggar prinsip “fair and free trade” yang telah disepakati bersama dalam kerangka organisasi perdagangan dunia” tegas Jerry Sambuaga.

Sebelumnya, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menyatakan pemerintah akan mengubah strategi dalam melawan kampanye hitam minyak kelapa sawit di pasar global, terutama di Uni Eropa. “Strategi promosi ke depan kita tidak lagi defensif, tetapi juga harus ofensif. Kita permasalahkan juga minyak nabati lain di Eropa, misalnya Rapeseed,” ujar Eddy Abdurrachman pada diskusi di Jakarta, Sabtu (26/2).

Sebagai upaya advokasi ofensif tersebut, BPDPKS mendukung rangkaian pelaksanaan gugatan pemerintah RI di WTO, melalui pembiayaan promosi sawit untuk penyediaan aspek hukum maupun aspek data ilmiah yang dibutuhkan dalam proses sidang-sidang sengketa DS 593. Gugatan sengketa terhadap regulasi RED II dan DR ILUC Uni Eropa telah disetujui oleh WTO melalui pembentukan panel pada tanggal 29 Juli 2020.

 

 

Pada tanggal 11 Desember 2018, Parlemen Uni Eropa dan Dewan Uni Eropa telah menetapkan regulasi Renewable Energy Directive (RED II) melalui Directive European Union (EU) 2018/2001, tujuan utamanya adalah menghapuskan secara bertahap kontribusi generasi pertama biofuel dan tambahan kriteria untuk meminimalisasi dampak Indirect Land Used Change (ILUC). Generasi pertama biofuel dengan kategori high ILUC risk tidak akan dimasukkan dalam perhitungan kontribusi renewable energy goals di Uni Eropa mulai tahun 2021 ini dan implementasinya dapat dipercepat oleh masing-masing negara anggota Uni Eropa.

Selanjutnya Delegated Regulation (DR ILUC) sebagai aturan pelaksana RED II telah diadopsi oleh Komisi Uni Eropa pada tanggal 13 Maret 2019 dan telah berlaku pada tanggal 10 Juni 2019. Regulasi turunan ini mengatur kriteria Low and High ILUC, dimana Minyak Sawit satu-satunya komoditas bahan baku biofuel yang dikategorikan sebagai high ILUC risk.

Pemberlakuan RED II dan DR ILUC berpotensi mengurangi volume ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa. Dampaknya bukan hanya terhadap ekspor produk Biodiesel, namun juga ekspor produk CPO yang merupakan bahan baku produksi Biodiesel oleh produsen di Uni Eropa. Data dari Federasi Minyak Nabati Uni Eropa (FEDIOL) menunjukkan sekitar 40% dari seluruh impor minyak nabati oleh Uni Eropa pemanfaatan akhinya untuk Biodiesel. *** (ANW/BPDPKS)