Dunia Bisa Beralih ke Sawit akibat Pelambatan Ekonomi

Daya saing produk sawit di pasar dunia diprediksi akan meningkat di tengah penurunan kinerja ekonomi global akibat pandemi COVID-19. Hal ini dimungkinkan mengingat daya tahan ekonomi masyarakat tengah menurun sehingga masyarakat beralih menggunakan produk yang lebih murah, salah satunya beralih menggunakan minyak sawit.

Dunia Bisa Beralih ke Sawit akibat Pelambatan Ekonomi
(Ilustrasi/FOTO: Antara/Aswaddy Hamid)

JAKARTA—Daya saing produk sawit di pasar dunia diprediksi akan meningkat di tengah penurunan kinerja ekonomi global akibat pandemi COVID-19. Hal ini dimungkinkan mengingat daya tahan ekonomi masyarakat tengah menurun sehingga masyarakat beralih menggunakan produk yang lebih murah, salah satunya beralih menggunakan minyak sawit.

Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun menilai pandemi COVID-19 berdampak pada penurunan daya beli masyarakat sehingga terpaksa mengurangi anggaran pengeluaran, termasuk pengeluaran untuk makanan.

"Pasar lebih memilih untuk membeli minyak sawit daripada minyak nabati lain seperti kedelai atau minyak bunga matahari karena harganya lebih mahal,” kata Derom dalam perbincangan melalui telepon, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Derom menganalisis, negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah, seperti Afrika, Amerika Latin, dan Asia merupakan negara yang memiliki risiko ekonomi tinggi. "Akibat penurunan daya beli itu maka daya saing minyak sawit akan menjadi lebih kuat terhadap minyak nabati yang lain seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak rapa (rapeseed oil) atau yang sering juga disebut minyak kanola,” jelas Derom.

Derom menjelaskan pengalaman ekspor sawit Indonesia ke India memperlihatkan bahwa faktor harga sangat mempengaruhi keputusan masyarakat di sana untuk beralih menggunakan sawit. Ia menuturkan, pada sekitar tahun 1985, India belum mengimpor sawit dari Indonesia. Namun setelah sawit diperkenalkan kepada masyarakat di sana, ekspor sawit dari Indonesia terus mengalir dan saat ini India merupakan salah satu pengimpor sawit terbesar dari Indonesia.

"Ketika saya bertanya kepada seorang anggota masyarakat awam di Mumbai bagaimana dia membandingkan antara minyak sawit dan minyak kedelai, jawabannya sangat mengejutkan saya. Itu seperti membandingkan mobil Maruti dengan mobil Mercedes," papar Derom.

Derom menjelaskan bahwa seperti itulah sebagian anggota masyarakat India melihat minyak sawit yang artinya lebih disukai karena faktor ekonomisnya. Saat ini, ketika ekonomi menurun, pemerintah India mengambil sikap untuk mengimpor bahan-bahan yang paling sesuai dengan keinginan masyarakat.

Hal ini langsung terlihat ketika terdengar pengumuman mengenai perubahan peraturan mengenai impor minyak goreng sawit (palm olein).  Pengumuman itu sampai ke Indonesia pada tanggal 15 April 2020 yang sifatnya akan meningkatkan impor minyak goreng sawit itu ke India.

Negara lain juga akan mengalami kondisi ekonomi yang menurun  dan akan melakukan langkah-langkah kebijakan juga yang pada ujungnya akan meningkatkan daya saing minyak sawit. Itu sebabnya, kata Derom, peluang ini harus disambut oleh pihak kita baik pemerintah maupun swasta.

Derom menyarankan peluang pasar ini harus didampingi dengan promosi agresif dari pengusaha-pengusaha kita terutama yang memproduksi minyak goreng bermerek. Promosi di TV dan media lain di negara-negara konsumen sangat meningkatkan pangsa pasar dan daya saing kita. (Sumber: INILAH.COM)