Perjuangkan Sawit Berkelanjutan, Pemerintah Lobi Negara Anggota Uni Eropa

PEMERINTAH akan terus memperjuangkan kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa meskipun Komisi Eropa telah menolak penggunaan minyak sawit untuk bahan bakar. Untuk itu, pemerintah akan meyakinkan masing-masing negara di Uni Eropa bahwa sawit Indonesia merupakan sawit berkelanjutan yang ramah lingkungan dan bukan penyebab deforestasi. Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, upaya itu masih bisa dilakukan karena masing-masing negara akan memberikan pendapatnya.

Perjuangkan Sawit Berkelanjutan, Pemerintah Lobi Negara Anggota Uni Eropa
PEMERINTAH akan terus memperjuangkan kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa meskipun Komisi Eropa telah menolak penggunaan minyak sawit untuk bahan bakar. Untuk itu, pemerintah akan meyakinkan masing-masing negara di Uni Eropa bahwa sawit Indonesia merupakan sawit berkelanjutan yang ramah lingkungan dan bukan penyebab deforestasi. Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, upaya itu masih bisa dilakukan karena masing-masing negara akan memberikan pendapatnya. `Kalau Eropa maju terus ya kita juga akan berjuang terus. Itu kan masih ada satu tingkatan lagi, yakni negara-negara anggota mereka akan memberikan pendapatnya masing-masing,` ujarnya saat ditemui di Kemenko Perekonomian, (14/3/2019) sebagaimana diberitakan Bisnis.com. Untuk itu, Darmin akan bertolak ke Eropa untuk mengunjungi masing-masing negara di Uni Eropa. `Kita akan pergi juga ke Eropa awal April ini. Artinya kita tidak akan menunggu lagi. Kita akan berusaha menyampaikan posisi kita pada mereka, kepada masing-masing negara anggota Uni Eropa,` tegasnya. Sebelumnya, sebagaimana diberitakan Antaranews.com dari laman kantor berita Reuters, Komisi Eropa pada Rabu (14/3/2019), menegaskan keputusan awalnya yakni melarang penggunaan minyak kelapa sawit sebagai pengganti BBM kendaraan bermotor untuk umum. Pokok alasannya karena budi daya perkebunan ini dianggap terbukti menjadi penyebab utama penggundulan hutan atau deforestasi. Bersama Malaysia, Indonesia menolak argumen tersebut dan menegaskan bahwa budi daya tanaman minyak nabati lain, seperti kedelai dan bunga matahari, justru lebih buruk menimbulkan dampak deforestasi dibandingkan kelapa sawit. Selain itu, kelapa sawit Indonesia sudah menerapkan prinsip sawit berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan. Keputusan pelarangan itu diwujudkan dalam penerbitan sejumlah kriteria minyak nabati yang dihubungkan dengan program energi terbarukan yang menjadi dasar argumen mereka. Disebutkan bahwa penggunaan bahan baku biofuel dari bahan minyak kelapa sawit, yang lebih berbahaya akan ditutup secara bertahap pada 2019 hingga 2023 dan dikurangi menjadi nol pada 2030. Reaksi awal dari keputusan tersebut adalah munculnya protes dari Indonesia yang akan sejak awal sudah mengancam akan membawa masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sementara Malaysia berniat melakukan pembatasan impor produk-produk Prancis, karena negara tersebut sudah mengumumkan rencana menghapus minyak kelapa sawit dari biofuel pada 2020. Alasan utama Komisi Eropa mengeluarkan keputusan tersebut adalah bahwa 45 persen dari ekspansi produksi minyak sawit sejak 2008 menyebabkan kerusakan hutan, lahan basah atau lahan gambut, dan pelepasan gas rumah kaca yang dihasilkan. Itu dibandingkan dengan delapan persen untuk kedelai dan satu persen untuk bunga matahari dan kacang kedelai. ****