Penasihat Pangeran Charles Kritik Iklan Anti Sawit

PEMERHATI lingkungan dan penasihat Pangeran Charles, Sir Jonathon Porritt mengkritik video iklan yang bermuatan kampanye anti-sawit yang digunakan sebagai iklan edisi Natal oleh Iceland, sebuah jaringan supermarket di Inggris. Menurutnya, iklan itu sangat manipulatif, tidak masuk di akal, dan kontra produktif. Dalam sebuah artikel yang ia tulis di the Star Online, (3/12/2018), ia menyebutkan bahwa video tersebut tidak memberikan manfaat apapun.

Penasihat Pangeran Charles Kritik Iklan Anti Sawit
PEMERHATI lingkungan dan penasihat Pangeran Charles, Sir Jonathon Porritt mengkritik video iklan yang bermuatan kampanye anti-sawit yang digunakan sebagai iklan edisi Natal oleh Iceland, sebuah jaringan supermarket di Inggris. Menurutnya, iklan itu sangat manipulatif, tidak masuk di akal, dan kontra produktif. Dalam sebuah artikel yang ia tulis di the Star Online, (3/12/2018), ia menyebutkan bahwa video tersebut tidak memberikan manfaat apapun. “(Video Iceland) dibuat untuk tujuan ‘politik’ tertentu yang tidak ada manfaatnya,” tulisnya. Video yang dimaksud adalah tayangan video singkat yang dibuat oleh Greenpeace dan digunakan oleh Iceland untuk iklan Natal mereka. Greenpeace Inggris dikenal dekat dengan Iceland, satu-satunya jaringan supermarket di Inggris yang berencana melarang kelapa sawit dalam semua produknya akhir tahun ini. Iklan tersebut kemudian dilarang oleh pihak berwenang di Inggris karena dinilai bermuatan politis. Tayangan singkat iklan itu memperlihatkan sebuah kampanye anti sawit dengan mengangkat kisah seorang gadis kecil dengan orang utan. Porritt adalah seorang aktivis lingkungan, pendiri yayasan pembangunan berkelanjutan di Inggris, Forum for the Futures. Ia juga dikenal sebagai penasihat Pangeran Charles. Ia juga pernah menjadi ketua Partai Hijau Inggris. “Jujur saja, sungguh menggelikan. Film itu banyak bermuatan propaganda dan emosional. Ini juga secara eksplisit disadari oleh John Sauven, CEO Greenpeace Inggris,” tulis Porritt. Menurutnya, iklan itu sangat manipulatif. Misalnya, secara tidak langsung menyebutkan bahwa industri kelapa sawit penyebab utama deforestasi di dunia, padahal sesungguhnya tidak. Ia menjelaskan bahwa penyebab utama deforestasi adalah peternakan sapi. Urutan penyebab deforestasi lainnya perkebunan kedelai, jagung, lalu sawit. Peternakan sapi merupakan penyebab 80% deforestasi di Amazon dan 65% dari total deforestasi. Porritt juga menegaskan bahwa upaya memboikot sawit merupakan tindakan yang tidak ada manfaatnya. Sebab faktanya, sebagaimana baru-baru ini dinyatakan oleh International Union for Conservation of Nature, bahwa dunia masih membutuhkan minyak goreng, sehingga produk apapun yang menggantikan minyak sawit akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang lebih parah dibandingkan oleh kelapa sawit. “Alasannya sederhana. Sebanyak 35% minyak yang aman dikonsumsi berasal dari sawit dan untuk menghasilkan minyak yang baik, sawit hanya membutuhkan 10% dari luas lahan di dunia. Minyak sawit lebih efisien dibandingkan minyak bunga matahari atau biji rapa ataupun minyak kedelai yang menjadi penyebab deforestasi di Amerika Selatan,” tulis Porritt. Dalam tulisan tersebut, ia mengkritik CEO Iceland Richard Walker yang tidak bisa membedakan kelapa sawit yang bersertifikat berkelanjutan dan yang tidak. Ia menyebutkan bahwa perkebunan kelapa sawit sudah menerapkan prinsip berkelanjutan. Antara lain dengan mengadopsi sistem sertifikasi dari The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang antara lain memasukkan kriteria tanpa deforestasi dalam prinsip dasar dan kriterianya. “Sehingga tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa sertifikasi RSPO tidak membantu pengurangan deforestasi,” tegasnya. *** (Sumber: The Star Online, Human Faces of Palm Oil)