Giliran Pertambangan Maksimalkan Biodiesel

PENGGUNAAN bahan bakar nabati terus meluas. Setelah sektor angkutan kereta api, kini giliran sektor pertambangan yang akan memanfaatkan biodiesel untuk bahan bakar alat berat pertambangan. Kabar ini muncul dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum lama ini.

Giliran Pertambangan Maksimalkan Biodiesel

PENGGUNAAN bahan bakar nabati terus meluas. Setelah sektor angkutan kereta api, kini giliran sektor pertambangan yang akan memanfaatkan biodiesel untuk bahan bakar alat berat pertambangan.

Kabar ini muncul dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum lama ini. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengungkapkan biodiesel akan digunakan untuk alat berat pertambangan dengan formula B10.

Rencana ini sudah dikomunikasikan baik kepada penambang, maupun kepada operator alat berat. `Perluasan ke sektor tambang sudah dilakukan di beberapa rapat koordinasi ke penambangnya maupun penyedia alat-alat berat untuk mencari titik bisanya berapa menggunakan B berapa, apakah B20 bisa dilakukan penuh,` kata Rida di Kemenko Perekonomian, sebagaimana diberitakan Detik.com (20/3/2018).

Jika ini terealisasi, konsumsi biodiesel dipastikan akan meningkat dan diharapkan bisa mencapai hingga 3,5 juta kiloliter (KL) di tahun ini. Selama 2017, konsumsi biodiesel baru mencapai 2,9 juta kiloliter.

Rida memperkirakan ada penambahan konsumsi biodiesel hingga 400 ribu KL di tahun ini karena adanya konsumsi B5 untuk kereta api dan B10 yang direncanakan untuk alat berat pertambangan. Saat ini tengah dilakukan uji coba B5 untuk kereta api dan diperkirakan rail test ini memakan waktu enam bulan sejak awal tahun 2018.

Pemerintah kini tengah berupaya meningkatkan penggunaan energi terbarukan sebagai alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil. Salah satu upayanya adalah meningkatkan tingkat konsumsi di dalam negeri. Upaya ini memunculkan konsekuensi adanya peningkatan produksi biodiesel oleh perusahaan-perusahaan sawit nasional.

Namun demikian, akibat harga biodiesel saat ini masih mahal dibandingkan harga solar, akan sangat sulit bagi perusahaan untuk memproduksi biodiesel. Karena itulah kemudian dibutuhkan insentif untuk menutup selisih tersebut. Pemerintah kemudian menutupi selisih itu dalam bentuk insentif yang disalurkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Besarnya insentif yang diberikan tergantung besarnya jumlah biodiesel yang disalurkan. Sedangkan, besarnya jumlah yang disalurkan tergantung dari kapasitas produksi dari perusahaan tersebut. Semakin besar kapasitas produksi, semakin besar jumlah biodiesel yang dapat disalurkan. Saat ini, selisih harga yang dibayarkan di kisaran Rp 2.800-Rp 2.900 per liternya dan dikalikan dengan junlah produksi biodiesel oleh produsen.

Terdapat 19 perusahaan produsen Biodiesel yang menerima Insentif. Semua perusahaan yang memproduksi Biodiesel dan memenuhi syarat kualitas dapat menjadi penyalur Biodiesel. “Insentif Biodiesel adalah salah satu wujud keberpihakan pemerintah kepada masyarakat. Sumber dananya bukan dari APBN, sehingga negara tidak mengeluarkan uang untuk insentif ini,” tegas Dirut BPDPKS Dono Boestami. ***