RI Protes ke WHO Terkait Informasi Diskriminatif Mengenai Sawit dan COVID-19

Kementerian Luar Negeri Indonesia dan sejumlah kalangan di sektor kelapa sawit Indonesia menyampaikan protes kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO) atas informasi diskriminatif yang disampaikan kantor WHO di Mediterania Timur dan di Eropa yang tidak berimbang dalam menyampaikan informasi terkait minyak sawit dan COVID-19.

RI Protes ke WHO Terkait Informasi Diskriminatif Mengenai Sawit dan COVID-19

JAKARTA—Kementerian Luar Negeri Indonesia dan sejumlah kalangan di sektor kelapa sawit Indonesia menyampaikan protes kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO) atas informasi diskriminatif yang disampaikan kantor WHO di Mediterania Timur dan di Eropa yang tidak berimbang dalam menyampaikan informasi terkait minyak sawit dan COVID-19.

Kemenlu menyampaikan keberatan itu dalam sebuah surat kepada perwakilan WHO di Jakarta pada 27 April 2020. Disebutkan bahwa Indonesia sangat prihatin dengan materi kampanye online terbaru dengan konten materi yang tidak berimbang dan bahkan mengesampingkan konsumsi minyak kelapa sawit sebagai produk yang layak dikonsumsi selama pandemi COVID-19.

Keberatan itu merujuk kepada materi kampanye online yang berjudul “Saran Nutrisi untuk Orang Dewasa selama Covid -19” dan “Kiat Pangan dan Gizi Selama Karantina”. Materi informasi itu antara lain menyebutkan menyebutkan bahwa kaum dewasa disarankan untuk mengonsumsi lemak tidak jenuh dan menghindari lemak jenuh, termasuk yang bersumber dari kelapa sawit.

Kemenlu menyatakan konten materi tersebut tidak berimbang dan bahkan mengesampingkan konsumsi minyak kelapa sawit sebagai produk yang layak dikonsumsi selama pandemi. Asumsi bahwa konsumsi minyak sawit berdampak buruk terhadap kesehatan merupakan mispersepsi yang masih dipertentangkan, mengingat terdapat berbagai penelitian lain yang menunjukkan manfaat nutrisi minyak sawit, termasuk untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Antara lain, penelitian oleh [Cazzola (2017), Mukjerjee and Mitra (2009), Slover (1971) and Gunstone (1986)].

Penelitian tersebut menyebutkan bahwa sawit mengandung fitosterol, yakni senyawa yang secara alamiah membantu menurunkan kolesterol; meningkatkan fungsi otak, mengurangi resiko pembentukan gumpalan darah di arteri, dan menurunkan tekanan darah.

Sawit juga mengandung mengandung vitamin A dan E, terutama tocopherol dan tocotrienol (antioksidan) yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta memiliki kandungan Vitamin E lebih banyak dibandingkan minyak nabati lainnya.

Kemenlu mengingatkan pula bahwa dalam salah satu jurnal di buletin WHO (2019) berjudul “The palm oil industry and noncommunicable diseases”, WHO menekankan perlunya penelitian yang independen dan komprehensif mengenai dampak kelapa sawit terhadap kesehatan mengingat adanya beragam penelitian yang tidak konklusif (saling berlawanan) tentang kelapa sawit.

Karenanya, konten semacam itu semakin memperburuk citra stereotip dan mispersepsi mengenai minyak kelapa sawit, dengan mengabaikan berbagai penelitian yang justru membuktikan manfaat baik kelapa sawit untuk kesehatan.

Kemenlu juga mengingatkan bahwa isi publikasi yang dimaksud diambil dari saran umum dari WHO mengenai prinsip makanan sehat. Karena itu, mengaitkan langsung antara saran umum dengan konteks khusus mengenai pandemi bisa menimbulkan kesalahpahaman informasi karena menyebutkan bahwa mengonsumsi “lemak jenuh” bisa meningkatkan risiko terinfeksi virus. Informasi yang menyesatkan tersebut tertulis sangat jelas, antara lain dalama penggunaan kata “jangan memakan” (don’t eat) dalam diagram infografis publikasi tersebut.

Surat keberatan yang sama juga disampaikan oleh Masyarakat Perkelapa-sawitan Indonesia (MAKSI), SEAFAST Centre LPPM-IPB University, dan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut menyebutkan bahwa bukti ilmiah menunjukkan bahwa asupan yang seimbang antara lemak jenuh dan tak jenuh sangat dibutuhkan selama manusia hidup. Saran untuk menghindari lemak jenuh dari makanan justru akan berakibat buruk bagi kesehatan. Lemak jenuh dalam kadar yang tepat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.

Selain itu, disinformasi pada materi kampanye semacam itu bisa berdampak negatif terhadap rantai pasok pangan dunia dan berimplikasi negatif terhadap upaya untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A. Harga minyak sawit yang saat ini sedang rendah tidak berarti minyak sawit memiliki nilai nutrisi yang lebih rendah pula. Sebab, pada kenyataanya sawit memiliki kandungan vitamin E paling banyak dibandingkan minyak nabati lain, mengandung sekitar 700 ppm betakaroten.

Sebaliknya, dalam kondisi pandemi COVID-19 ini, masyarakat seharusnya disarankan untuk mengonsumsi makanan yang mudah dijangkau. Apalagi saat ini minyak sawit telah menjadi pelengkap makanan utama dalam berbagai produk makanan di dunia ini. ***