Perkebunan Sawit Bukan Sumber Utama Deforestasi Dunia, Ini Faktanya!

Jika minyak sawit tidak ada, maka masyarakat produsen minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak biji bunga matahari harus melakukan tambahan deforestasi di berbagai belahan dunia.

Perkebunan Sawit Bukan Sumber Utama Deforestasi Dunia, Ini Faktanya!
Deretan pohon kelapa sawit di salah satu perkebunan di Indonesia.

Dalam 20 tahun terakhir, industri minyak sawit dunia memperoleh sorotan dari masyarakat dunia, termasuk para ahli. Selain karena pertumbuhannya yang relatif cepat, studi Byerlee et.al. (2017) berjudul The Tropical Oil Crop Revolution Food, Feed, Fuel, and Forests mengkategorikan minyak sawit sebagai bentuk revolusi dalam kelompok tropical oils.

Tidak hanya itu, pertumbuhan produksi minyak sawit dunia juga seringkali dikaitkan dengan deforestasi dan menjadi topik kampanye jejaring NGO anti-sawit global yang sangat intensif diilakukan di berbagai negara dengan menggunakan narasi seperti No Palm Oil, Palm Oil Free, Zero Deforestation (PASPI, 2015; Kumar et.al., 2015).

Fenomena deforestasi dalam pembangunan sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Deforestasi dunia telah terjadi sejak zaman pra-pertanian hingga saat ini (Matthew, 1983; Walker, 1993; European Union, 2013) yang diawali terjadi di daratan Eropa (Kaplan et al., 2009, 2017) kemudian di Amerika Serikat (USDA, 2014), dan berlanjut di belahan bumi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa deforestasi merupakan fenomena normal dalam proses pembangunan (PASPI, 2020).

Jika deforestasi tidak dapat dihindari dalam proses pembangunan global maka pilihannya adalah bagaimana meminimalisasi deforestasi. Masyarakat dunia harus berani memilih cara dan jenis kegiatan yang dapat meminimumkan deforestasi.

Dalam konteks produksi minyak nabati dunia, masyarakat dunia harus memilih sumber produksi minyak nabati yang hemat deforestasi dan menghindari atau mengurangi penyediaan minyak nabati yang boros deforestasi (PASPI, 2021 dalam laporan berjudul Industri Minyak Sawit Hemat Deforestasi Dunia?).

Kinerja Komoditas Perkebunan Minyak Nabati Utama Dunia

Empat tanaman minyak nabati utama dunia yaitu kelapa sawit, kedelai, rapeseed, dan bunga matahari memasok sekitar 85-90 persen minyak nabati dunia. Data USDA (2021) dan Oil World (2020) menunjukkan bahwa pertumbuhan luas areal keempat tanaman minyak nabati utama dunia tersebut mengalami pertumbuhan yang relatif cepat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.

PASPI (2021) memaparkan, selama periode 2000-2020, luas areal tanaman kedelai meningkat dari 75,5 juta hektare menjadi 127 juta hektare. Luas tanaman rapeseed juga mengalami peningkatan dari 24,7 juta hektare menjadi 35,5 juta hektare.

Kemudian disusul dengan peningkatan luas areal tanaman bunga matahari yakni dari 19,7 juta hektare menjadi 27,6 juta hektare. Sementara itu, luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat dari 10 juta hektare hanya menjadi 24 juta hektar.

Berdasarkan perkembangan areal keempat tanaman minyak nabati dunia tersebut, diketahui bahwa ekspansi tanaman kedelai dunia lima kali lipat lebih besar daripada kelapa sawit dunia. Sementara ekspansi tanaman rapeseed dunia hampir 1,5 kali lipat lebih besar daripada kelapa sawit dunia. Sedangkan ekspansi tanaman bunga matahari dunia sekitar 1,2 kali lipat lebih besar daripada kelapa sawit dunia.

Jika melihat data produksi minyak nabati dunia tahun 2020, produksi minyak kedelai sebesar 58,7 juta ton; minyak rapeseed sebesar 27,3 juta ton; minyak biji bunga matahari sebesar 21,5 juta ton; dan minyak sawit sebesar 83,5 juta ton (USDA, 2021).

Dengan luas areal yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa terjadi juga perbedaan produktivitas minyak per hektar untuk masing-masing tanaman minyak nabati tersebut. Berdasarkan data Oil World (2018), produktivitas kelapa sawit (CPO+CPKO) mencapai 4,3 ton per hektare.

Sementara produktivitas rapeseed, bunga matahari, dan kedelai untuk menghasilkan satu ton minyak nabatinya berturut-turut hanya 0,7 ton per hektare; 0,52 ton per hektare; dan 0,45 ton per hektare.

Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas minyak kelapa sawit hampir 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan produktivitas minyak kedelai. Selain itu, delapan kali lipat lebih tinggi daripada produktivitas minyak biji bunga matahari dan enam kali lipat lebih tinggi dari produktivitas minyak rapeseed.

Data-data di atas mengimplikasikan fakta bahwa ternyata tanaman kedelai, rapeseed, dan bunga matahari lebih banyak menggunakan lahan atau melakukan deforestasi dalam proses produksinya (PASPI, 2021).

Skenario Penghematan Deforestasi Dunia
Kehadiran minyak sawit sebagai minyak nabati utama dunia yang paling hemat dalam penggunaan lahan juga mengindikasikan bahwa masyarakat dunia telah menghemat deforestasi dalam produksi minyak nabati. Terkait seberapa besar penghematan deforestasi akibat kehadiran minyak sawit sebagai sumber minyak nabati dunia, PASPI (2021) menunjukkan skenario terkait penghematan deforestasi akibat kehadiran perkebunan minyak sawit sebagai berikut.

Skenario oleh PASPI tersebut dapat dilihat dari selisih dua skenario yakni Skenario S0 (Dunia dengan Sawit) dan S1 (Dunia tanpa Sawit). Perbedaan luas areal S1 – S0 merupakan penghematan deforestasi. 


Dunia dengan Sawit (S0) adalah kondisi aktual tahun 2020, di mana total luas areal keempat tanaman minyak nabati dunia adalah 214,1 juta hektare dengan produksi total sebesar 191 juta ton. Sementara itu, Dunia Tanpa Sawit (S1) adalah kondisi skenario jika minyak sawit tidak ada.

Untuk mencapai produksi minyak nabati dunia sebesar 191 juta ton pada skenario S1, maka masyarakat dunia harus memenuhinya secara proporsional dari 54 persen minyak kedelai, 25 persen dari minyak rapeseed, dan 21 persen dari minyak biji bunga matahari.

Dengan skenario S1 tersebut, terjadi ekspansi kebun kedelai dunia dari 127 juta hektare menjadi 239 juta hektare. Luas areal tanaman rapeseed dunia juga mengalami peningkatan dari 35,5 juta hektare menjadi 65,5 juta hektare dan luas areal tanaman bunga matahari mengalami peningkatan dari 27,6 juta hektare menjadi 52,6 juta hektare.

Selisih antara skenario S1 dengan S0 merupakan tambahan deforestasi dunia akibat dari kondisi jika minyak sawit tidak ada. Luas tambahan deforestasi dunia tersebut adalah 167 juta hektare dengan rincian yakni 112 juta hektare untuk tambahan ekspansi tanaman kedelai, 30 juta hektare untuk tambahan ekspansi tanaman rapeseed, dan 25 juta hektare untuk tambahan ekspansi tanaman bunga matahari.

Dengan demikian sangat jelas bahwa jika minyak sawit dunia tidak ada, maka masyarakat produsen minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak biji bunga matahari yang tersebar di berbagai negara harus melakukan tambahan deforestasi seluas 167 juta hektare.

Bukankah menghilangkan minyak sawit sama artinya dengan memicu deforestasi dunia yang lebih luas? (PASPI, 2021),