BPDPKS Ingatkan Pentingnya Perbaikan Kesejahteraan Petani Sawit
DIREKTUR Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami mengingatkan pentingnya upaya perbaikan kesejahteraan petani kelapa sawit di tengah aneka tantangan yang dihadapi industri sawit nasional. Menurutnya, saat ini sektor sawit Indonesia tengah dihadapkan pada banyaknya tantangan, mulai dari penerapan delegated act oleh Uni Eropa yang menempatkan sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan lingkungan, kampanye hitam, hingga hambatan tarif yang diterapkan negara lain. Tantangan tersebut harus diatasi agar petani sawit tidak terkena dampaknya. “BPDPKS siap mendukung apapun yg diprogramkan pemerintah, tujuannya sederhana saja, yakni bagaimana kesejahteraan petani sawit ini bisa ditingkatkan,” ujar Dono saat menyampaikan sambutan pada acara Stakeholder Gathering 2019 di Jakarta, Selasa (22/5/2019). Acara bertema “Berbagi Berkah dan Kebaikan untuk Mewujudkan Sawit Indonesia yang Berkelanjutan” ini dihadiri segenap pemangku kepentingan di sektor sawit dari kalangan pengusaha, peneliti, akademisi dari berbagai perguruan tinggi, perbankan, perwakilan dari kementerian dan lembaga, serta segenap pemangku kepentingan di industri sawit nasional lainnya. Hadir pula antara lain Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Pertanian Musdhalifah Machmud, Ketua Dewan Pengawas BPDPKS Rusman Heriawan, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan pada Kementerian Perdagangan Kasan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, Sekjen Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Bambang Aria Wisena, dan sejumlah pihak terkait lainnya. Dono juga memaparkan pentingnya upaya untuk terus menstabilkan harga CPO yang kini terus menurun.
DIREKTUR Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami mengingatkan pentingnya upaya perbaikan kesejahteraan petani kelapa sawit di tengah aneka tantangan yang dihadapi industri sawit nasional.
Menurutnya, saat ini sektor sawit Indonesia tengah dihadapkan pada banyaknya tantangan, mulai dari penerapan delegated act oleh Uni Eropa yang menempatkan sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan lingkungan, kampanye hitam, hingga hambatan tarif yang diterapkan negara lain.
Tantangan tersebut harus diatasi agar petani sawit tidak terkena dampaknya. “BPDPKS siap mendukung apapun yg diprogramkan pemerintah, tujuannya sederhana saja, yakni bagaimana kesejahteraan petani sawit ini bisa ditingkatkan,” ujar Dono saat menyampaikan sambutan pada acara Stakeholder Gathering 2019 di Jakarta, Selasa (22/5/2019).
Acara bertema “Berbagi Berkah dan Kebaikan untuk Mewujudkan Sawit Indonesia yang Berkelanjutan” ini dihadiri segenap pemangku kepentingan di sektor sawit dari kalangan pengusaha, peneliti, akademisi dari berbagai perguruan tinggi, perbankan, perwakilan dari kementerian dan lembaga, serta segenap pemangku kepentingan di industri sawit nasional lainnya.
Hadir pula antara lain Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Pertanian Musdhalifah Machmud, Ketua Dewan Pengawas BPDPKS Rusman Heriawan, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan pada Kementerian Perdagangan Kasan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, Sekjen Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Bambang Aria Wisena, dan sejumlah pihak terkait lainnya.
Dono juga memaparkan pentingnya upaya untuk terus menstabilkan harga CPO yang kini terus menurun. Menurutnya, salah satu tujuan pendirian BPDPKS adalah untuk menjaga stabilitas harga itu. Pemerintah sudah mempercepat penerapan program mandatori biodiesel 30% (B30) yang bisa menjadi solusi untuk menjaga stabilitas harga CPO.
Potensi penyerapan CPO di dalam negeri, menurut Dono, juga sangat besar karena ditopang oleh upaya hilirisasi di sektor sawit. Antara lain dengan penerapan green fuels yang diproduksi dari sawit. Saat ini Indonesia sudah mampu memproduksi green gasoline, green diesel, dan green avtur dengan menggunakan katalis yang juga merupakan produksi dalam negeri. Produksi sudah dilakukan di kilang Pertamina di Dumai dan Plaju serta akan pula diterapkan di Kilang Balongan dan Cilacap.
Untuk pengembangan pasar ekspor, BPDPKS juga mendukung upaya pemerintah untuk menggarap pasar-pasar nontradisional, seperti Pakistan dan Bangladesh. Potensi juga muncul dari China yang menerapkan program mandatori B5. “Kebutuhan China untuk B5 sekitar 9 juta ton KL dan China hanya bisa memenuhi sekitar 1 juta KL sehingga ada potensi impor sekitar 8 juta KL. Namun, Indonesia kemungkinan hanya bisa memenuhi sekitar 3 hingga 4 juta KL.”
Upaya lain yang dilakukan BPDPKS bersama Kementerian Pertanian untuk peningkatan kesejahteraan petani adalah melalui penerapan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Program ini selain untuk meremajakan pohon sawit yang berusia tua, juga untuk mendata petani dan kebun sawit. “Ini akan melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Ditjen Perkebunan Kementan. Kita bisa dapat data petani yang akan sangat berguna bagi pemerintah untuk menentukan bantuan apa yang bisa diberikan kepada petani.”
[caption id=`attachment_5141` align=`alignnone` width=`1024`] Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Pertanian Musdhalifah Machmud menyampaikan pesan kepada stakeholder sawit. (Foto: Dok BPDPKS/Akbar Alfianto)[/caption]
Pada kesempatan yang sama, Rusman Heriawan menyambut baik acara Stakeholder Gathering 2019 yang memanfaatkan ibadah puasa Ramadan sebagai sarana bagi pemangku kepentingan di sektor sawit untuk bertemu dan berkumpul. Ia berharap sektor sawit Indonesia bisa terus berkembang, khusunya mengatasi kesulitan akibat harga CPO yang melemah.
Sementara itu, Musdhalifah Machmud mengajak semua pemangku kepentingan di sektor sawit untuk bekerja lebih keras lagi karena selain harga CPO masih rendah juga karena masih banyaknya tudingan negatif yang diarahkan pada sawit.
“Satu hal yang ingin saya sampaikan, mari kita kerja lebih keras lagi karena saat ini banyak tudingan bahwa kelapa sawit kita bukan produk berkelanjutan, bukan produk yang baik untuk lingkungan. Mari kita buktikan bahwa sawit merupakan produk yang baik, efisien, dan ramah lingkungan.” ***