Oleokimia dan Biomaterial Dari Kelapa Sawit

Minyak sawit mulai digunakan secara komersial sebagai bahan baku produk oleokimia sejak tahun 1990-an. Minyak sawit mampu menggantikan minyak bumi, minyak nabati lainnya dan minyak hewani, sehingga pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku produk oleokimia berkembang dengan pesat. 

Oleokimia dan Biomaterial Dari Kelapa Sawit

Minyak sawit mulai digunakan secara komersial sebagai bahan baku produk oleokimia sejak tahun 1990-an. Minyak sawit mampu menggantikan minyak bumi, minyak nabati lainnya dan minyak hewani, sehingga pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku produk oleokimia berkembang dengan pesat.

Perkembangan ini terutama didorong oleh harga minyak sawit yang lebih rendah dibandingkan minyak/lemak alami lainnya dan ketersediaannya yang tinggi di pasar dunia. Oleokimia adalah bahan kimia yang diperoleh dari lemak dan minyak. Oleokimia sawit merupakan hasil konversi minyak sawit (CPO, RBDPO, Olein, Stearin, PFAD dan PKO) melalui teknologi proses fisika/kimia/biologi ataupun kombinasinya menjadi produk-produk asam lemak (fatty acid), alkohol lemak (fatty alcohol), metil ester dan gliserol. 

Oleokimia dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu oleokimia dasar dan oleo-derivatives. Oleokimia dasar terdiri atas fatty acid, fatty ester, fatty alcohol, dan gliserol. Dari produk oleokimia dasar, dengan proses lebih lanjut bisa didapatkan oleokimia derivates dan produk akhir yang bisa langsung dinikmati oleh konsumen. Oleokimia derivates terdiri atas sabun, deterjen dan beberapa jenis surfaktan dan emulsifier dan soap noodle, dan lain-lain.  

Di Indonesia telah diproduksi sekitar 32 jenis produk oleokimia dasar dan oleo-derivatives seperti fatty acid, fatty ester, fatty alcohol, sabun, deterjen dan beberapa jenis surfaktan dan emulsifier (MES, DEA) dan soap noodle. Perkembangan produk oleokimia sawit di Malaysia sudah lebih maju dengan 120 jenis produk oleokimia dasar dan oleo-derivatives. Penggunaan produk oleokimia terbesar adalah sebagai bahan aktif surfaktan (metil ester sulfonat, alcohol sulfat, fatty amine, gliserol ester, dan lain-lain ) pada berbagai produk dan industri (>70%).

Surfaktan adalah suatu zat yang bersifat aktif permukaan (surface active agent) yang dapat  menurunkan tegangan antarmuka antara dua bahan baik cairan-cairan, cairan padatan atau cairan gas. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan memungkinkan dua atau lebih senyawa dapat saling bercampur homogen.  

Oleh karena itu surfaktan dapat diaplikasikan sebagai bahan utama pada industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi, kertas, bahan emulsifier pada industri cat, bahan antifoaming pada industri kimia, industri pangan dan industri lainnya serta bahan emulsifier dan sanitasi pada industri pangan.

Oleokimia sangat berpotensi sebagai bahan pengganti berkualitas tinggi yang efektif untuk banyak produk berbahan dasar minyak bumi (petrokimia). Oleokimia sering disebut “natural` diolah dari bahan minyak nabati, seperti kelapa sawit, minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil, PKO), minyak kelapa, minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak canola, minyak biji bunga matahari, tallow, dan sebagainya.

Sedangkan petrokimia kadang-kadang disebut sebagai `synthetic” menggunakan bahan baku turunan dari petroleum seperti etilen, olefin, benzen dan sebagainya. Ketersediaan minyak bumi sebagai bahan baku petrokimia yang semakin menipis, menyebabkan harga minyak bumi semakin meningkat dan berdampak pada harga petrokimia yang semakin tinggi.

Kondisi ini mengakibatkan saat ini semakin banyak industri yang beralih menggunakan oleokimia untuk mensubtitusi petrokimia, karena bahan bakunya dapat diperbaharui, harganya yang relatif lebih murah, lebih aman (tidak toksik) dan produknya lebih ramah lingkungan.

Sebagai contoh adalah pemanfaatan MES sebagai pengganti bahan aktif LAS (linear alkyl-benzene sulphonates) dan AOS (alpha olefin sulphonates) yang berbasis petrokimia pada produk pembersih, baik dalam bentuk bubuk ataupun cair, Produk yang paling banyak diperdagangkan di pasar dunia adalah fatty acid dan fatty alcohol.

Fatty acid digunakan sebagai bahan baku sabun dan detergen, intermediate, plastik, karet, kertas, lubricant, coating, personal care, makanan dan pakan, lilin dan lain-lain. Sedangkan Fatty alcohol walaupun juga dapat digunakan sebagai  bahan baku untuk sabun dan detergen,namun lebih banyak digunakan sebagai bahan baku personal care, lubricant, amines dan lain-lain.

Pada industri pengolahan fatty acid, fatty alkohol dan biodiesel akan dihasilkan produk samping berupa Gliserin. Meskipun merupakan produk samping, gliserin umumnya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Gliserin banyak diaplikasikan pada berbagai industri di antaranya industri sabun, lotion, pelumas, printing ink, cake, candy, obat-obatan, nitrogliserin, odol, chewing gum, dan bahan pengawet. Dalam rangka hilirisasi kelapa sawit agar mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, maka diperlukan inovasi teknologi dan produk baru yang dapat menyerap produk CPO yang dihasilkan.

Pengembangan produk oleokimia dan biomaterial berbasis biomassa sawit (minyak dan limbah) penting artinya bagi industri sawit dalam mengefisiensikan produksinya melalui pemanfaatan minyak sawit dan biomassa limbah sawit lainnya menjadi produk-produk bernilai tambah tinggi dan membuka peluang berdirinya industri baru. 

Pada Roadmap Riset Sawit Indinesia, pada bidang oleokimia dan biometerial ini diharapkan Indonesia pada 2030 nanti dapat memproduksi produk komersial turunan sawit sebanyak 250 jenis dan dapat mensubtitusi produk berbasis minyak bumi sebanyak 500 jenis. Pencapaian target ini tentunya memerlukan kerjasama semua stakeholders kelapa sawit baik dari Pemerintah, Lembaga Penelitian dan Pengembangan dan Industri Kelapa sawit.