Dukungan Industri Perkebunan Sawit Terhadap Pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)

Industri minyak sawit Indonesia telah berkontribusi pada pencapaian 16 tujuan dari 17 tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).

Dukungan Industri Perkebunan Sawit Terhadap Pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)
Ilustrasi seorang pekerja di perkebunan sawit.

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan platform pembangunan global yang diinisiasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015 dengan target pencapaian selama periode tahun 2016-2030.

Sebagai platform pembangunan global yang disepakati bersama, SDGs memiliki 17 tujuan besar dan 169 target yang dapat dikelompokkan pada tiga aspek utama yakni aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Lantas, seperti apa dukungan industri perkebunan sawit terhadap pencapaian SDGs global tersebut?

Klasifikasi 17 Tujuan Besar SDGs
Palm oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) dalam laporannya berjudul Kontribusi Industri Sawit Terhadap Pencapaian SDGs yang diterbitkan pada tahun 2020 mengklasifikasikan 17 tujuan SDGs ke dalam tiga aspek besar yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan sebagai berikut.

Pertama, tujuan dalam aspek ekonomi yang mencakup delapan SDGs, meliputi: (a) menghapus kemiskinan berbagai bentuk dan seluruh tempat/SDG-1; (b) menghapus kelaparan, kekurangan gizi, dan membangun ketahanan pangan inklusif/SDG-2; (c) membangun energi yang berkelanjutan/SDG-7; (d) pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang inklusif/SDG-8; (e) infrastruktur dan industrialisasi dan inovasi/SDG-9; (f) pengurangan ketimpangan/SDG-10; (g) konsumsi dan produksi yang berkelanjutan/SDG-12; dan (h) kerja sama global pembangunan berkelanjutan/SDG-17.

Kedua, tujuan dalam aspek sosial yang mencakup enam SDGs, meliputi: (a) kesehatan dan kesejahteraan/SDG-3; (b) pendidikan berkualitas yang inklusif/SDG-4; (c) kesamaan gender/SDG-5; (d) ketersediaan air bersih dan sanitasi yang inklusif/SDG-6; (e) pembangunan kota dan desa (pemukiman) yang inklusif, aman, dan berkelanjutan/SDG-11; dan (f) perdamaian dan keadilan sosial yang inklusif/SDG-16.

Ketiga, tujuan dalam aspek lingkungan yang mencakup tiga SDGs, meliputi: (a) mengatasi perubahan iklim global dan dampaknya/SDG-13; (b) konservasi dan pemanfaaran sumber daya perairan secara berkelanjutan/SDG-14; dan (c) pengelolaan biodiversitas, ekosistem daratan, dan hutan secara berkelanjutan/SDG-15.

Kontribusi Industri Sawit Terhadap SDGs
PASPI (2020) dalam laporannya, menyatakan bahwa industri minyak sawit Indonesia sudah mulai menerapkan SDGs sebelum platform SDGs tersebut diadopsi dunia internasional. Bahkan, industri perkebunan kelapa sawit telah berkontribusi pada pencapaian 16 tujuan dari 17 tujuan SDGs tersebut.

Adapun pencapaian 16 tujuan SDGs oleh industri perkebunan kelapa sawit terhadap 17 tujuan SDGs tersebut diuraikan PASPI secara empiris berdasarkan tiga aspek sebagai berikut.

Aspek Ekonomi. Di tingkat nasional, kelapa sawit dan produk turunannya menjadi sumber devisa ekspor terbesar dalam sektor non-migas. Bahkan, di tengah pandemi Covid-19 dan potensi resesi ekonomi global, industri sawit membuktikan dirinya sebagai pahlawan devisa yang mampu menciptakan surplus neraca total perdagangan Indonesia. Bahkan pada tahun 2023, nilai devisa ekspor sawit tercatat sebesar US$40 miliar atau setara dengan Rp600 triliun.

Sementara di daerah sentra perkebunan kelapa sawit, peningkatan produksi minyak sawit mendorong peningkatan PDRB kabupaten sentra sawit yang signifikan yang kemudian berdampak pada pengembangan perekonomian daerah yang bersangkutan.

Fakta ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Rifin Amzul (2011) berjudul The Role Palm Oil Industry in Indonesia Economy and Its Export Competitiveness yang menemukan bahwa perkebunan kelapa sawit dan industri hilirnya merupakan salah satu lokomotif perekonomian nasional.

Manfaat ekonomi sawit juga dinikmati masyarakat global seperti masyarakat Uni Eropa. Pernyataan ini sesuai dengan hasil studi yang diterbitkan oleh Europe Economics (2014) berjudul The Economic Impact of Palm Oil Imports in the EU, di mana impor minyak sawit yang dilakukan oleh Uni Eropa mampu memberikan manfaat besar baik terhadap PDB, penerimaan pemerintah, maupun kesempatan kerja Uni Eropa.

Berdasarkan uraian di atas, PASPI (2020) menyimpulkan bahwa industri sawit nasional mampu menjadi solusi bagian dari pencapaian SDGs aspek ekonomi khsusnya pada SDG-1; SDG-2; SDG-7; SDG-8; SDG-9; SDG-10; dan SDG-12.

Aspek Sosial. Rofiq HN (2013) dalam penelitiannya berjudul Economies Analysis of Palm Oil Plantation and Oil Palm Productivity in Effect on Percapita Income in Indonesia menemukan bahwa kontribusi industri minyak sawit dalam aspek sosial telah terbukti secara empiris antara lain peranannya dalam pembangunan pedesaan melalui perbaikan kualitas kehidupan dan pengurangan kemiskinan.

Sebagai sektor pioneer di daerah pelosok, perkebunan kelapa sawit juga meningkatkan ketersediaan infrastruktur pedesaan seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan maupun meningkatkan akses terhadap sumber air dan sanitasi lingkungan.

Selain mengurangi ketimpangan, perkembangan perkebunan sawit di pelosok daerah juga dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru berbasis di kawasan pedesaan. PASPI dalam laporan penelitian berjudul Empirical Evidence of the Role of Oil Palm Plantations in GDP-Regional and Reducing Poverty menemukan bahwa pusat pertumbuhan ekonomi baru yang dimaksud seperti yang terjadi di 50 kawasan pertumbuhan baru di pedesaan berbasis ekonomi minyak sawit antara lain: Sungai Bahar (Jambi), Pematang Panggang dan Peninjauan (Sumatera Selatan), Arga Makmur (Bengkulu), Sungai Pasar dan Lipat Kain (Riau), Paranggean (Kalimantan Tengah), dan kawasan lain. Hal ini menunjukkan kontribusi sawit untuk membangun daerah secara inklusif dan berkelanjutan.

Berdasarkan uraian di atas, PASPI menegaskan bahwa industri sawit nasional mampu menjadi solusi bagian dari pencapaian SDGs aspek sosial khsusnya pada SDG-3; SDG-4; SDG-5; SDG-6; SDG-11; dan SDG-16.

Aspek Lingkungan. Berbagai studi dan penelitian juga membuktikan bahwa perkebunan sawit berperan sangat besar terhadap ekologis. Henson IICS (1999) dalam studi berjudul Comparative Ecophysiology of Palm Oil and Tropical Rainforest menemukan bahwa perkebunan kelapa sawit mampu menyerap karbondioksida dari atmosfer bumi dan menghasilkan oksigen ke atmosfer bumi serta merestorasi lahan yang terdegradasi.

Setiap hektare perkebunan kelapa sawit menyerap karbondioksida dari atmosfer bumi sebesar 161 ton/ha dan menghasilkan oksigen 18,7 ton/ha. Sementara Harahap et.al (2005) dalam penelitian berjudul Lingkungan Fisik Perkebunan Kelapa Sawit menemukan, kehadiran perkebunan sawit sebagai konservasi tanah dan air, peningkatan biomas dan karbon stok lahan, serta mampu mengurangi emisi gas rumah kaca/restorasi lahan gambut.

Studi Melling et.al (2007) berjudul Comparison Study Between GHG Fluxes from Forest and Oil Palm Plantation on Tropical Peat Land of Sarawak Malaysia menemukan, perkebunan kelapa sawit di lahan gambut juga menurunkan emisi gas rumah kaca.

Dalam perannya terkait konservasi sumber daya perairan, PASPI (2020) menegaskan dalam penelitiannya berjudul The Palm Oil Phase-Out Plan, Triggers an Increase in Emissions and Global Deforestation, jika dibandingkan tanaman minyak nabati lainnya, tanaman kelapa sawit dikenal sebagai tanaman yang paling efisien dan hemat dalam penggunaan pupuk (nitrogen dan phosphate) dan pestisida/herbisida.

Industri sawit nasional juga telah berpartisipasi dalam pengelolaan biodiversitas dan konservasi daratan. Hal tersebut dapat dilihat dari upaya perusahaan perkebunan sawit yang selalu menyisakan bagian lahan HGU-nya untuk dijadikan sebagai high carbon stock (HCS) dengan flora dan fauna asli daerah tersebut (endemik).

Berdasarkan uraian di atas, PASPI (2020) dalam laporannya berjudul Kontribusi Industri Sawit Terhadap Pencapaian SDGs menyimpulkan bahwa industri sawit nasional mampu menjadi solusi bagian dari pencapaian SDGs aspek lingkungan yakni pada SDG-13; SDG-14; dan SDG-15.