BPDPKS Sambut Positif Pengembangan Bioavtur oleh Lion Air dan Gapki

BADAN Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyambut positif penandatanganan nota kesepahaman antara perusahaan penerbangan Lion Air dengan pengusaha kelapa sawit untuk pengembangan bioavtur berbahan dasar sawit. Kerjasama tersebut perlu didukung untuk mengembangkan permintaan domestik akan produk kelapa sawit. “Saat ini produk kelapa sawit kita sedang diserang oleh Eropa, karena itulah perlu kita kembangkan domestic demand.

BPDPKS Sambut Positif Pengembangan Bioavtur oleh Lion Air dan Gapki

BADAN Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyambut positif penandatanganan nota kesepahaman antara perusahaan penerbangan Lion Air dengan pengusaha kelapa sawit untuk pengembangan bioavtur berbahan dasar sawit. Kerjasama tersebut perlu didukung untuk mengembangkan permintaan domestik akan produk kelapa sawit. “Saat ini produk kelapa sawit kita sedang diserang oleh Eropa, karena itulah perlu kita kembangkan domestic demand. Kerjasama pengembangan bioavtur berbahan dasar sawit merupakan salah satu upaya ke arah itu,” ujar Direktur Utama BPDPKS Dono Boestami menjawab pertanyaan wartawan usai acara penandatanganan MoU Lion Air dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (10/4/2018). Sebelumnya, Lion Air dan Gapki bersekapat untuk mengembangkan bioavtur berbasis sawit. Pengembangan diarahkan untuk memproduksi bioavtur yang nantinya akan digunakan untuk armada pesawat Lion Air. Dalam kerjasama ini juga akan dilakukan riset, pengembangan, dan juga uji coba pemanfaatannya pada armada pesawat komersil. “Saat ini, penggunaan bioavtur untuk pesawat sudah dilakukan oleh Airbus di Eropa. Sekarang kita mencoba untuk mengembangkan sendiri,” tutur Dono. Penggunaan bioavtur untuk pesawat dinilai Dono merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis fosil. Sebab, saat ini persediaan bahan bakar fosil sudah jauh berkurang dan akan habis. “Kita punya sumber minyak berkelanjutan yang tidak ada habisnya.” Selain itu, tingkat efisiensi bahan bakar nabati berbasis sawit sudah sama dengan bahan bakar fosil. Bahkan dalam beberapa hal, bahan bakar nabati jauh lebih unggul. Misalnya, bahan bakar nabati jauh lebih bersih ketimbang bahan bakar fosil karena pembakaran CO2-nya lebih rendah. “Keunggulan lainnya, tentu saja bahan bakar nabati dari sawit merupakan jenis renewable yang setiap 25 tahun bisa diremajakan dan produktivitasnya bisa ditingkatkan sesuai kebutuhan,” papar Dono. ***