Pesan Indonesia untuk Uni Eropa

UPAYA memperjuangkan produk kelapa sawit di kancah perdagangan global terus dilakukan. Belum lama ini, pemerintah mengirim tim negosiasi untuk menemui perwakilan Uni Eropa di markasnya di Brussel, Belgia. Tim yang dipimpin oleh Menko Kemaritiman Luhut B.

Pesan Indonesia untuk Uni Eropa

UPAYA memperjuangkan produk kelapa sawit di kancah perdagangan global terus dilakukan. Belum lama ini, pemerintah mengirim tim negosiasi untuk menemui perwakilan Uni Eropa di markasnya di Brussel, Belgia. Tim yang dipimpin oleh Menko Kemaritiman Luhut B. Panjaitan itu berangkat dengan membawa isu perdagangan, lingkungan, dan khususnya produk kelapa sawit. Untuk isu sawit, tim secara khusus menanggapi kebijakan Uni Eropa yang membatasi sejumlah produk kelapa sawit dan turunannya. Apalagi, belum lama ini Parlemen Uni Eropa juga menyetujui pembatasan biodiesel berbahan dasar sawit. Saat bertemu Komisioner Perdagangan Uni Eropa Cecilia Malmstrom di kantornya, Senin (23/4/2018), Luhut menyampaikan niatan Indonesia untuk mempercepat proses Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) yang saat ini perundingannya masih berlangsung. Namun khusus sawit, Luhut menyampaikan bahwa komoditas ini sangat penting bagi rakyat Indonesia. “Kepada Komisioner Malmstrom, saya sampaikan kelapa sawit membantu meningkatkan kehidupan para petani di negara-negara berkembang lainnya, bukan hanya di Indonesia,” kata Luhut dalam jumpa pers dengan wartawan Eropa dan Indonesia di Brussel Press Club. Turut hadir bersama Luhut antara lain lain Staf Khusus Menko Kemaritiman Purbaya Sadewa, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami, Dubes RI di Brussel dan Uni Eropa Yuri O. Thamrin, dan Dubes RI di Berlin Arif Havaz Oegroseno. Sejumlah wartawan Eropa yang hadir tak melewatkan kesempatan itu untuk bertanya langsung kepada Luhut mengenai respons Indonesia terhadap kebijakan perdagangan Uni Eropa yang dianggap diskriminatif. Apalagi, sebelumnya sempat terlontar dari sejumlah kalangan di dalam negeri wacana tindakan balasan dengan membatalkan rencana pembelian pesawat Airbus dari Eropa. Luhut menjawab bahwa kedatangannya ke Uni Eropa adalah untuk memastikan nasib petani sawit Indonesia dan rakyat yang bergantung kepada sawit yang jumlahnya mencapai 16 juta orang lebih. “Tidak ada rencana kami untuk melakukan tindakan balasan. Memang kami membutuhkan 2.500 pesawat untuk 20 tahun ke depan. Bagi kami Airbus penting, kami belum berencana mengalihkannya ke Boeing, tetapi kami yakin ada pengertian dari Uni Eropa untuk menyelesaikan masalah ini. Kami sedang mempertimbangkan juga untuk memiliki Airbus M400 untuk versi militer. Mereka datang kepada saya menawarkan ini,” jelas Luhut. Namun demikian, ketika didesak wartawan apakah Indonesia benar-benar tidak akan melakukan tindakan balasan, Luhut menjawab, “Jika Anda terus dipojokkan, apa yang akan Anda lakukan?,” ia bertanya balik kepada wartawan. Kepentingan Petani Disampaikan pula bahwa Indonesia berkeinginan untuk membina hubungan kemitraan yang sejajar dengan Uni Eropa dalam kaitan perdagangan produk kelapa sawit. “Kami tidak ingin melihat ini sebagai tindakan diskriminasi. Dalam prosesnya kami ingin membangun dialog antara mitra. Kami harap keputusan yang diambil nantinya bisa memuaskan semua pihak,” ujar Luhut. Menurut Luhut, kelapa sawit sudah terbukti memberikan banyak manfaat kepada rakyat Indonesia. Hal itu juga tertuang dalam hasil penelitian oleh Center on Food Security and the Environment (FSE) pada Stanford University, bahwa kelapa sawit berperan penting dalam pengentasan kemiskinan. “Minyak kelapa sawit bukan isu, tapi lebih ke persoalan kemiskinan. Menurut riset Universitas Stanford, kelapa sawit mampu mengurangi kemiskinan hingga 10 juta orang. Di Indonesia, sebanyak 51% lahan kelapa sawit dikuasai oleh petani dan lebih dari 16 juta orang bergantung pada kehidupannya pada sawit,” tegas Luhut. Selain itu, perkebunan kelapa sawit di Indonesia bukanlah hal baru sebab tanaman ini sudah dibudidayakan sejak 150 tahun lalu. Saat ini, jumlah lahan sawit yang ada di Indonesia sudah mencapai sekitar 14 juta hektare dan menurut Luhut jumlah tersebut sudah cukup banyak sehingga ditetapkan moratorium untuk penambahan lahan. “Saat ini yang kami lakukan adalah mendidik para petani untuk melakukan peremajaan tanaman dan memberikan mereka penyuluhan tentang bibit unggul, serta pertanian berwawasan lingkungan,” katanya. ***