Peneliti Tolak Penyetaraan Industri Sawit dengan Industri Tembakau dan Alkohol

MASYARAKAT peneliti sawit Indonesia menolak pandangan yang menyetarakan industri kelapa sawit dengan industri tembakau dan alkohol. Alasannya, pandangan itu tidak berimbang dalam menyajikan data sekunder dan bertolak belakang dengan hasil penelitian terbaru. Penolakan tersebut disampaikan oleh sedikitnya 40 peneliti yang tergabung dalam Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) dalam Focus Group Discussion di Hotel Grand Tjokro, Yogyakarta pada 25–26 Januari 2019. Dalam kegiatan yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tersebut mereka sepakat menolak karya tulis yang dipublikasikan pada buletin Badan Kesehatan Dunia (WHO) berjudul, “The Palm Oil Industry and Noncommunicable Disease” yang ditulis oleh Sowmya Kadandale, Robert Marten, dan Richard Smith. Pakar pangan dari Universitas Gadjah Mada, Sri Raharjo membedah paper tersebut secara sistematis dan ilmiah.

Peneliti Tolak Penyetaraan Industri Sawit dengan Industri Tembakau dan Alkohol
MASYARAKAT peneliti sawit Indonesia menolak pandangan yang menyetarakan industri kelapa sawit dengan industri tembakau dan alkohol. Alasannya, pandangan itu tidak berimbang dalam menyajikan data sekunder dan bertolak belakang dengan hasil penelitian terbaru. Penolakan tersebut disampaikan oleh sedikitnya 40 peneliti yang tergabung dalam Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) dalam Focus Group Discussion di Hotel Grand Tjokro, Yogyakarta pada 25–26 Januari 2019. Dalam kegiatan yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tersebut mereka sepakat menolak karya tulis yang dipublikasikan pada buletin Badan Kesehatan Dunia (WHO) berjudul, “The Palm Oil Industry and Noncommunicable Disease” yang ditulis oleh Sowmya Kadandale, Robert Marten, dan Richard Smith. Pakar pangan dari Universitas Gadjah Mada, Sri Raharjo membedah paper tersebut secara sistematis dan ilmiah. Disimpulkan, paper tersebut tidak berimbang dalam menyajikan data-data sekunder yang didapatkan, terlebih lagi konklusi paper tersebut tidak berkesesuaian dengan tujuan penelitian yang di sampaikan dibagian awal paper tersebut. Sekretaris eksekutif SEAFAST Center LPPM Institut Pertanian Bogor (IPB), Puspo Edi Giriwono juga berpendapat sama, paper tersebut tidak mengedepankan keberimbangan informasi terkait kelapa sawit bahkan bertolak belakang dengan penemuan-penemuan lain terbaru. Selain itu, paper itu juga tidak menyasar kepada solusi tetapi lebih kepada membangun wacana bahwa kelapa sawit adalah sumber masalah dalam kemunculan penyakit tidak menular. Para penulis juga diketahui bukan peneliti sawit. Metode yang digunakan dalam penulisan paper tersebut menggunakan pendekatan sitasi data sekunder yang terlihat tidak sesuai dengan konten yang disadur. Di samping itu, penerbitan paper tersebut melalui peer-reviewed namun tidak diketahui apakah reviewer pada paper tersebut juga merupakan peneliti sawit. Para peneliti juga sepakat bahwa paper tersebut bukan merupakan studi yang dilakukan oleh WHO, bukan pula kebijakan atau sikap resmi WHO. Atas dasar itu, para peneliti sawit Indonesia sepakat menolak penyetaraan Industri Kelapa Sawit dengan Industri Tembakau dan Alkohol. Ketua Umum MAKSI, Darmono Taniwiryono mengajak semua pihak terkait untuk mendukung pengembangan sawit berkelanjutan. Ia juga mengajak para peneliti sawit untuk lebih banyak menulis di jurnal-jurnal internasional seperti IJOP (International Journal of Oil Palm) untuk menunjukkan fakta sesungguhnya mengenai sawit. “Kami (MAKSI) konsen dan mendorong seluruh stakeholder sawit untuk turut mensukseskan industri kelapa sawit yang berkelanjutan,” ujarnya. *** (Sumber: Sawit Indonesia)