Menkeu Lantik Eddy Abdurrachman Sebagai Direktur Utama BPDPKS

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melantik Eddy Abdurrachman sebagai Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menggantikan Dono Boestami, Dirut BPDPKS periode sebelumnya.

Menkeu Lantik Eddy Abdurrachman Sebagai Direktur Utama BPDPKS

JAKARTA-- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati Melantik Eddy Abdurrachman sebagai Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menggantikan Dono Boestami, Dirut BPDPKS periode sebelumnya.

Acara pelantikan berlangsung di Aula Mezzanine Kementerian Keuangan Jakarta, Senin (2/3/2020). Kemenkeu juga menetapkan Zaid Burhan Ibrahim sebagai Direktur Keuangan, Umum dan Manajemen Risiko BPDPKS; dan Nugroho Adi Wibowo sebagai Kepala Divisi Pengembangan Biodiesel BPDPKS.

BPDPKS adalah Badan Layanan Umum di bawah Kementerian Keuangan yang bertugas mengelola dana perkebunan kelapa sawit untuk menjaga keberlangsungan industri kelapa sawit sebagai komoditas strategis nasional Indonesia.

Menkeu menyampaikan pesan kepada Eddy Abdurrachman bahwa tugas dan tanggung jawab Dirut BPDPKS sangat berat dan penuh tantangan.

“Saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia atau lebih dari dari 55 persen produksi dunia. Industri sawit telah menjadi penghasil devisa terbesar dengan kontribusi sebesar 13,5 persen dari total ekspor non migas sebesar USD22,3 miliar. Selain itu, Industri Sawit juga meningkatkan kemandirian energi dengan cara menggantikan bahan bakar fosil dengan bahan bakar terbarukan berbahan dasar sawit. Melalui program Bauran Biodiesel 30% (B30), industri sawit bisa berperan dalam penghematan devisa melalui pengurangan impor solar senilai USD8 miliar/tahun”, ungkap Menkeu.

Tahun 2019, industri sawit mengalami tekanan yang cukup berat, di mana harga crude palm oil (CPO) jatuh sampai di bawah harga keekonomiannya. Hal ini tentu sangat berdampak pada harga tandan buah segar di tingkat petani. Pemerintah kemudian mengambil kebijakan untuk tidak memberlakukan pungutan untuk meringankan beban industri kelapa sawit.

Di samping itu, untuk mengurangi kelebihan stok CPO pemerintah mengambil kebijakan untuk memberlakukan program B30 mulai 1 Januari 2020 sebagai salah instrumen stabilisasi harga. Program ini berhasil mengangkat harga sampai diatas harga keekonomiannya. “Saat ini harga CPO di atas USD750 per ton dan telah dikenakan pungutan kembali karena harga sudah di atas batas”.

Menkeu juga menerangkan mengenai perlunya mewaspadai pelemahan ekonomi dunia sebagai dampak perkembangan virus novel corona terhadap permintaan CPO dunia, dalam hal ini Tiongkok sebagai importir terbesar kedua dari CPO kita.

Menkeu mengingatkan agar BPDPKS tetap menjaga akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan, “Saya harap Saudara Eddy Abdurrachman dengan bekal jabatan sebelumnya sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai serta Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bisa memanfaatkan dana yang dikelola BPDPKS untuk aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan tujuan membangun industri berkelanjutan”.

Menkeu juga menambahkan salah satu hal yang perlu diperhatikan terkait pengelolaan dana BPDPKS adalah program peremajaan tanaman. “Sesuai arahan Presiden, program peremajaan harus dilakukan untuk 500 ribu HA dalam waktu tiga tahun. Saya ingin agar peremajaan menjadi fokus”, jelas Menkeu.

BPDPKS bisa menggandeng penguatan pembiayaan untuk peremajaan sawit dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Prosedur peremajaan kelapa sawit juga telah dipermudah, dari sebelumnya terdapat 14 syarat, menjadi delapan syarat. Selanjutnya, sesuai arahan Komite Pengarah agar dipermudah lagi menjadi dua syarat.

Sebagai penutup, Menkeu mengharapkan proses peremajaan dapat dipercepat dengan dukungan berbagai pihak. “Percepatan peremajaan akan dapat meningkatkan produktivitas kebun dan meningkatkan kesejahteraan petani. Keberhasilan peremajaan juga akan menjaga ketersediaan bahan baku biodiesel (B30) dengan harga yang lebih murah. Selain itu, juga dapat meningkatkan pasokan pengembangan energi lanjutan B30 menjadi green diesel, green gasoline dan green fuel untuk menuju kemandirian energi nasional,” tutup Menkeu. ** (Sumber: Siaran Pers Kemenkeu)