Giliran Inggris yang Gundah akibat Penghentian Produk Sawit
MEDIA Inggris sempat diramaikan oleh isu sawit Indonesia. Pemicunya tidak lain ancaman balik Indonesia yang akan menghentikan pembelian pesawat Airbus jika Uni Eropa membatasi produk kelapa sawit. Inggris tentu saja gundah dengan ancaman itu.
MEDIA Inggris sempat diramaikan oleh isu sawit Indonesia. Pemicunya tidak lain ancaman balik Indonesia yang akan menghentikan pembelian pesawat Airbus jika Uni Eropa membatasi produk kelapa sawit.
Inggris tentu saja gundah dengan ancaman itu. Sebab, Inggris juga memiliki perakitan Airbus yang menyerap banyak tenaga kerja. Jika pembelian Airbus dihentikan, sudah pasti banyak warga Inggris yang terkait dengan pembuatan pesawat Airbus terancam menganggur. Saat ini, Inggris mengoperasikan dua pabrik besar pembuatan sayap Airbus di Bristol dan Chester, yang mempekerjakan 13.000 orang.
Itulah sebabnya media Inggris Express.co.uk melansir pemberitaan bahwa ratusan pekerja Inggris sedang terancam. Tentu saja gundah, sebab saat ini Inggris juga tengah khawatir akan dampak perang dagang AS dengan China yang dikhawatirkan berdampak pada Inggris. Jika ancaman Indonesia itu menjadi kenyataan, sudah pasti Inggris mendapat dua pukulan telak.
Ancaman penghentian pembelian pesawat Airbus itu juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Maklum saja, orang yang menyampaikannya adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla. Meskipun dalam kunjungannya ke Uni Eropa Tim Negosiasi Sawit Indonesia berjanji akan menempuh penyelesaian yang saling menguntungkan, namun Ketua Tim Negosiasi Luhut Panjaitan menegaskan bahwa Indonesia menginginkan hubungan dagang yang setara. Sehingga jika Indonesia ditekan, bukan tidak mungkin Indonesia melancarkan tindakan yang sama.
Apalagi bukan sekali dua kali saja Wapres menyampaikan ancaman penghentian pembelian Airbus itu.`Kita ingatkan pada Uni Eropa jangan diskriminatif, karena kita juga bisa mengambil kebijakan yang sama,` ujar Wapres Jusuf Kalla.
Indonesia bagi Inggris tentu tidak bisa dianggap main-main. Rencana pembelian Airbus dalam jumlah besar sudah pasti sangat menguntungkan bagi Eropa, termasuk Inggris. Dan, ini hanya ancaman dari Indonesia, belum lagi dari Malaysia.
Malaysia juga memiliki kontrak pertahanan dengan Inggris senilai 5 miliar poundsterling. Antara lain untuk pembelian 18 buah pesawat tempur Typhoon plus persenjataannya. Dikhawatirkan, akibat penghentian produk kelapa sawit ini, Malaysia akan mengalihkan kontraknya ke Perancis yang juga menawarkan pesawat Rafale.
Kini, sudah terang benderang bahwa penghentian produk kelapa sawit oleh jaringan supermarket Iceland dari Inggris itu bukanlah kebijakan yang tanpa akibat. Dampaknya bisa menjalar ke mana-mana. ***