Peran Strategis Industri Minyak Sawit Nasional
Industri minyak sawit nasional memiliki peran yang sangat strategis.

Dalam perekonomian makro-ekonomi Indonesia, industri minyak sawit memiliki peran yang sangat strategis. Industri minyak sawit nasional tak hanya merupakan industri yang berdampak besar dan luas (big-push strategy), tetapi juga sebagai industri yang menghasilkan perubahan besar dan luas (big-impact).
PASPI Monitor (2025) dalam jurnal berjudul Industri Minyak Sawit merupakan Industri Strategis Nasional menjelaskan bahwa peran strategis industri minyak sawit nasional mencakup penghasil devisa terbesar, lokomotif perekonomian nasional, penjaga kedaulatan energi, penggerak sektor ekonomi kerakyatan, hingga penyerap tenaga kerja. Berikut ini penjelasan atas peran-peran strategis tersebut.
Penghasil Devisa Terbesar. Dalam perekonomian Indonesia, sektor nonmigas (termasuk di dalamnya industri minyak sawit) merupakan sektor andalan untuk menghasilkan devisa negara. Selama periode tahun 2008-2014 nilai ekspor netto sektor nonmigas mengalami fluktuasi tetapi secara netto masih surplus.
Pada periode tersebut, jika nilai eskpor nonmigas dipisahkan antara ekspor minyak sawit dan nonminyak sawit akan terlihat bahwa nilai netto ekspor minyak sawit secara konsisten mengalami surplus dengan kecenderungan yang meningkat. Sebaliknya, nilai netto ekspor nonminyak sawit cenderung menurun dari surplus menjadi defisit.
Berdasarkan data terbaru dari GAPKI, total ekspor produk sawit pada bulan Juni 2025 tercatat naik sebesar 35,37% menjadi 3.606 ribu ton. Kenaikan ekspor terbesar pada bulan tersebut didukung oleh kenaikan ekspor minyak sawit olahan sebesar 32,13% menjadi 2.599 ribu ton hingga kenaikan ekspor CPO sebesar 155,67% menjadi 418 ribu ton.
Ekspor minyak sawit merupakan komponen penting yang membuat surplus neraca perdagangan nonmigas Indonesia. Penggunaan biodiesel sawit juga telah mengurangi defisit pada neraca perdagangan migas. Tanpa kontribusi ekspor industri sawit, akan terjadi defisit (negatif devisa) yang apabila berlangsung selama berkepanjangan maka dapat membebani perekonomian Indonesia.
Lokomotif Perekonomian Nasional. Pertumbuhan industri strategis diharapkan mampu menarik sektor-sektor perekonomian seluas mungkin. Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit mempengaruhi pertumbuhan sektor-sektor lain baik sektor penyediaan input bagi perkebunan kelapa sawit (backward linkages) maupun sektor-sektor yang lebih hilir yakni sektor ekonomi yang menggunakan output perkebunan kelapa sawit sebagai inputnya (forward linkages).
Perkebunan kelapa sawit juga menghasilkan dampak ekonomi yang relatif besar (big-impact). Berdasarkan indeks multiplier output, income, labour, dan value added, kemampuan perkebunan kelapa sawit dalam menciptakan output, pendapatan, nilai tambah, dan kesempatan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan rata-rata sektor-sektor ekonomi.
Membangun Kedaulatan Energi. Membangun kedaulatan energi merupakan hal yang penting bagi Indonesia mengingat kebutuhan energi nasional semakin meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, diperlukan upaya mengurangi ketergantungan pada BBM fosil impor dengan mengembangkan energi subsitusi terbarukan (renewable energy) di dalam negeri, seperti kebijakan mandatori biodiesel sawit.
PASPI (2024) dalam laporan berjudul Biodiesel Kelapa Sawit Indonesia mencatat bahwa kebijakan mandatori di Indonesia sudah dilakukan secara bertahap dari B1 hingga B2,5 pada tahun 2008.
Pemerintah Indonesia terus meningkatkan blending rate biodiesel hingga sebesar 40 persen yang didukung dengan kebijakan mandatori biodiesel (B40) pada tahun 2025. Pada tahun ini pemerintah menetapkan alokasi B40 sebanyak 15,6 juta kiloliter (kl) biodiesel dengan rincian 7,55 juta kl diperuntukkan bagi public service obligation (PSO) dan 8,07 juta kl dialokasikan untuk non-PSO.
Sektor Ekonomi Kerakyatan Terbesar. Perkebunan kelapa sawit merupakan sektor ekonomi yang berbasis pada sumber daya lokal. Salah satu aktor penting dari perkebunan kelapa sawit adalah usaha keluarga petani sawit (bagian dari usaha kecil dan menengah atau UKM).
Selain petani sawit, banyak kegiatan penyediaan barang dan jasa yang terkait dengan perkebunan kelapa sawit dan karyawannya melibatkan UKM. Kegiatan seperti pengadaan pupuk, pestisida, alat dan mesin perkebunan, pengangkutan TBS dan CPO, kebutuhan sembako khususnya bahan pangan karyawan dan kebutuhan alat tulis kantor.
Semakin berkembang dan dewasa perkebunan kelapa sawit maka akan semakin banyak UKM yang terlibat di dalam kegiatan usaha tersebut. Keikutsertaan UKM dalam industri minyak sawit telah melahirkan masyarakat UKM baru di kawasan pedesaan. Masyarakat UKM baru tersebut, lebih berkualitas karena berkembang atas inisiatif sendiri, self-financing, dan berbasis sumber daya lokal.
Penyerap Tenaga Kerja Terbesar. Menciptakan kesempatan kerja merupakan salah satu sasaran pembangunan yang penting untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan bagi angkatan tenaga kerja baru. Industri minyak sawit khususnya perkebunan kelapa sawit merupakan suatu industri dengan teknologi relatif padat karya (labor intensive) dan bukan padat modal. Oleh karena itu, setiap pertambahan produksi minyak sawit hanya mungkin terjadi jika dilakukan peningkatan penggunaan tenaga kerja.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (2022), secara umum, jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri sawit mengalami peningkatan yakni dari 12,5 juta orang pada tahun 2015 menjadi sekitar 16,5 juta orang pada tahun 2024.
Dari 16,5 juta tenaga kerja yang terserap pada perkebunan kelapa sawit Indonesia tersebut, sebanyak 9,7 juta orang merupakan tenaga kerja langsung. Angka tersebut terdiri dari 5,2 juta orang tenaga kerja perkebunan kelapa sawit rakyat dan 4,5 juta karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit negara-swasta.
Sisanya yakni sekitar delapan juta orang merupakan tenaga kerja tidak langsung yang bergerak pada kegiatan pengangkutan TBS/CPO, supplier pupuk dan alat alat perkebunan, supplier alat-alat kantor, dan kegiatan lainnya yang terkait dengan perkebunan kelapa sawit.
Penyerapan tenaga kerja tersebut masih belum memperhitungkan tenaga kerja yang terserap pada sektor hulu, hilir, dan jasa terkait dalam sistem dan usaha agribisnis sawit (PASPI Monitor, 2017). Kegiatan hilir sawit, misalnya pabrik oleofood, oleokimia, bioenergi, dan kegiatan perdagangan dari distribusi hingga retail, jelas menyerap tenaga kerja yang cukup besar.