Pengakuan Eropa atas Sawit Indonesia
UPAYA Indonesia menerapkan kelapa sawit berkelanjutan membuahkan tanggapan positif dari masyarakat Eropa. Kendatipun kampanye negatif masih dilancarkan sejumlah kalangan, namun kalangan lain merespons positif penerapan kelapa sawit berkelanjutan.
UPAYA Indonesia menerapkan kelapa sawit berkelanjutan membuahkan tanggapan positif dari masyarakat Eropa. Kendatipun kampanye negatif masih dilancarkan sejumlah kalangan, namun kalangan lain merespons positif penerapan kelapa sawit berkelanjutan. Ini tentunya menjadi kabar menggembirakan untuk masyarakat Indonesia. Salah satu indikator respons positif itu antara lain dari pengakuan konsumen sawit di Eropa terhadap sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). “ISPO mulai diakui European Sustainable Palm Oil (ESPO) sebagai sertifikasi untuk usaha minyak sawit berkelanjutan,” ujar Kepala Sekretariat ISPO Azis Hidayat saat berbicara pada 14th Indonesian Palm Oil Conference di Nusa Dua, Bali, awal November lalu. ISPO adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan. Indonesia terus berupaya mempromosikan ISPO kepada berbagai negara, termasuk di Eropa. Namun, Uni Eropa menanggapinya dengan mewajibkan eksportir CPO memberikan label Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) kepada produk CPO-nya. Kini, keberadaan ISPO mulai diakui Eropa. Menurut Aziz jumlah lahan sawit yang telah memiliki sertifikat ISPO pada 2017 sebanyak 2,1 juta hektare. Sementara jumlah lahan yang memiliki sertifikat RSPO mencapai 2,51 juta hektare. Dibandingkan Malaysia jumlah itu terbilang besar karena lahan yang mendapat Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) di negeri itu baru mencapai 518.793 hektare. “Melihat data itu jumlah lahan sawit yang memiliki sertifikasi berkelanjutan di Indonesia cukup besar,” tutur Azis. Namun jumlah 2,51 juta hektare itu relatif masih kecil dibandingkan total lahan kelapa sawit yang ada yang mencapai sekitar 14 juta hektare. Selain itu dari jumlah sertifikasi yang dikeluarkan pun terbilang sedikit. Azis menyebut sampai Oktober 2018 total entitas mendaftar sertifikasi ISPO baru 675 unit terdiri dari 663 perusahaan, tujuh petani plasma, dan lima petani swadaya. “Sampai saat ini kami telah menerima 545 laporan audit, 508 sudah terverifikasi dan yang telah mendapat sertifikasi 413 terdiri dari 407 perusahaan, tiga petani plasma dan tiga petani swadaya,” katanya. Konferensi Kelapa Sawit Eropa (EPOC) 2018 di Madrid, Spanyol, belum lama ini juga menegaskan bahwa Asosiasi Kelapa Sawit Eropa (EPOA) siap mewujudkan transformasi pasar kelapa sawit berkelanjutan di Eropa. EPOC 2018 menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan tindakan-tindakan serta memperkuat kampanye komunikasi untuk mendorong terwujudnya 100% sawit berkelanjutan. Hal tersebut juga menegaskan bahwa keberadaan ISPO sudah sejalan dengan upaya masyarakat Eropa untuk mendorong sawit berkelanjutan. Tentunya, ini juga merupakan kabar menggembirakan untuk bangsa Indonesia. ***