Press Release: BPDPKS Siap Melaksanakan Program Green Fuel Sesuai RPJMN 2020-2024

JAKARTA, 3 Februari 2020--BPDPKS sebagai instrumen pemerintah dalam memfasilitasi pengembangan sektor kelapa sawit nasional siap menjadi salah satu pelaksana dalam Proyek Strategis Nasional Pembangunan Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit yang telah ditetapkan oleh RPJMN 2020-2024.

Press Release: BPDPKS Siap Melaksanakan Program Green Fuel Sesuai RPJMN 2020-2024

Press Release

Untuk Diterbitkan Segera

 

BPDPKS Siap Melaksanakan Program Green Fuel Sesuai RPJMN 2020-2024

JAKARTA, 3 Februari 2020--Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai instrumen pemerintah dalam memfasilitasi pengembangan sektor kelapa sawit nasional, menyatakan kesiapannya untuk menjadi salah satu pelaksana dalam Proyek Strategis Nasional Pembangunan Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020 – 2024. Kesiapan BPDPKS ini termasuk dalam hal dukungan pendanaan, fasilitasi, riset, serta advokasi dan sosialiasi kebijakan.

Sebagaimana diketahui, dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020 – 2024, Pembangunan Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit menjadi salah satu proyek strategis nasional. Penetapan Program Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit ditujukan untuk mendukung peningkatan porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional menuju 23% pada tahun 2025. Bahan Bakar Nabati (BBN) termasuk biodiesel maupun jenis bahan bakar nabati berbasis sawit lainnya seperti Biohydrocarbon Fuel atau Green Fuel merupakan bagian dari energi terbarukan tersebut.

Direktur Utama BPDPKS Dono Boestami, menyatakan bahwa pihaknya menyambut baik penunjukan BPDPKS sebagai salah satu pelaksana proyek strategis tersebut bersama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Perusahaan Swasta.

“Kami telah terlibat dalam pelaksanaan program pengembangan BBN berbasis sawit ini terutama dalam pelaksanaan program mandatori Biodiesel sejak 2015 sampai tercapainya program B30 awal tahun 2020 ini,” Jelas Dono Boestami.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa selain keterlibatan dalam pelaksanaan program mandatori Biodiesel, BPDPKS juga telah terlibat secara aktif dalam persiapan pengembangan program green fuel. Program green fuel ini merupakan tahap lanjutan dari program biodiesel dimana sawit diolah menjadi green diesel, green gasoline dan green avtur. Dengan program ini, ketergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil yang sebagian besar di impor dapat semakin berkurang.

Dukungan dan keterlibatan BPDPKS dalam program mandatori biodiesel termasuk penyediaan dana insentif biodiesel; dukungan pendanaan dan fasilitasi untuk akselerasi dari program B20 ke B30 baik dalam uji coba kendaraan, penyediaan call center, advokasi dan sosialisasi serta dukungan riset.

Sementara itu, dukungan dan keterlibatan BPDPKS dalam persiapan program green fuel termasuk dukungan pendanaan dan fasilitasi untuk pengembangan katalis bio-hydrocarbon atau yang dikenal dengan katalis Merah Putih mulai dari tahap riset sampai tahap uji coba. Katalis yang dikembangkan oleh Institut Teknologi Bandung dan Pertamina ini saat ini didukung oleh BPDKS untuk memasuki tahap komersialisasi pada salah satu kilang milik Pertamina.

Dono Boestami menjelaskan bahwa pengembangan green fuel bukan hanya soal kesiapan pendanaan, tetapi jauh lebih penting adalah menyiapkan seluruh mata rantai proses mulai dari sektor hulu untuk memastikan pasokan bahan baku, persiapan dari sisi kilang, persiapan logistik termasuk storage dan fasilitas distribusi, serta sektor hilir lainnya untuk mempersiapkan masyarakat sebagai konsumen BBN berbasis sawit ini.

“Dana bisa dicari dari berbagai sumber, tapi penataan kebijakan yang tepat serta kerjasama dan koordinasi antarberbagai pemangku kepentingan justru merupakan kunci utama,” tegas Dono Boestami.

Usulan BPDPKS Untuk Pengembangan Bahan Bakar Nabati Berbasis Sawit Menurut Dono Boestami, kebutuhan bahan baku untuk pengembangan bahan bakar nabati berbasi sawit ini relatif cukup tersedia.

“Kami memperhitungkan bahwa untuk pengembangan program bahan bakar nabati berbasis sawit termasuk biodiesel dan green fuel sebagaimana yang ditargetkan pemerintah, kebutuhan sawit pada tahun 2025 akan mencapai 24,44 Juta Ton. “Angka tersebut hanya separuh dari proyeksi produksi CPO pada tahun 2025 yang berkisar 55,28 Juta Ton,” jelas Dono Boestami.

Lebih lanjut disebutkan bahwa luas lahan petani swadaya yang diprioritaskan untuk BBN berbasis sawit pada tahun 2025 akan mencapai 3,16 juta Ha. Sementara luas lahan petani swadaya mencapai 5,8 Juta Ha. Dengan program peremajaan sawit rakyat yang sedang berlangsung saat ini produktivitas petani diharapkan dapat meningkat sehingga dapat mendukung penyediaan bahan baku untuk program biodiesel dan green fuel.

“Karena sumber bahan baku juga akan berasal dari perkebunan yang dikelola secara swadaya oleh petani rakyat, pengembangan program bahan bakar nabati berbasis sawit ini juga turut mendukung peningkatan kesejahteraan petani tersebut,” tegas Dono Boestami.

Akan tetapi, meskipun bahan baku sawit cukup tersedia serta telah tersedia teknologi yang dapat digunakan untuk konversi sawit menjadi green fuel, tidak dapat memberikan jaminan bahwa program green fuel dapat terlaksana dengan mudah. Agar pelaksanaan program tersebut dapat berhasil, BPDPKS mengusulkan beberapa hal sebagai berikut:

  • Sumber bahan baku untuk kebijakan tersebut sebaiknya difokuskan dari perkebunan sawit yang dikelola secara swadaya oleh petani rakyat. Hal ini agar dapat memberikan dukungan bagi pengurangan kemiskinan dan ketimpangan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ekspansi kelapa sawit yang selama ini melibatkan petani rakyat telah terbukti memberikan dampak bagi pengurangan kemiskinan dan ketimpangan, terutama di wilayah-wilayah ekspansi kelapa sawit.
  • Diperlukan penataan kebijakan yang tepat untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini. Penataan kebijakan diperlukan karena program green fuel membutuhkan persiapan yang panjang serta melibatkan berbagai pihak dari aspek hulu, produksi sampai pada tingkat konsumen. Regulasi yang tepat, insentif yang sesuai, serta sosialisasi dan edukasi sudah harus dimulai sejak tahap persiapan serta melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait.
  • Penataan kebijakan harus menyeluruh mulai dari aspek hulu, produksi dan konsumen. Aspek hulu menyangkut kesiapan lahan untuk menghasilkan bahan baku, aspek produksi menyangkut penyiapan teknologi serta kilang untuk memproduksi green fuel, aspek konsumen terkait penyiapan kendaraan serta kesadaran masyarakat. ***