BIOHIDROKARBON DARI KELAPA SAWIT

Komponen minyak sawit yang dapat dikonversi menjadi biofuel adalah asam lemak (fatty acids) yang terdapat dalam bentuk tri-, di-, dan mono-gliserida maupun asam lemak bebas. Saat ini proses transesterifikasi merupakan teknologi komersial yang umumnya digunakan untuk memproduksi biodiesel (fatty acid methyl ester) dan kemudahan operasional serta capaian perolehan produknya (produk yield) dipandang sudah memuaskan oleh industri.

BIOHIDROKARBON DARI KELAPA SAWIT

Komponen minyak sawit yang dapat dikonversi menjadi biofuel adalah asam lemak (fatty acids) yang terdapat dalam bentuk tri-, di-, dan mono-gliserida maupun asam lemak bebas. Saat ini proses transesterifikasi merupakan teknologi komersial yang umumnya digunakan untuk memproduksi biodiesel (fatty acid methyl ester) dan kemudahan operasional serta capaian perolehan produknya (produk yield) dipandang sudah memuaskan oleh industri.

Improvisasi-improvisasi melalui litbang hanya diperlukan untuk mereduksi lebih lanjut ongkos produksi biodiesel. Produk biodiesel yang ada sekarang masih mempunyai keterbatasan dalam rasio pencampuran dengan minyak solar karena mutu atau spesifikasi teknis biodiesel yang tidak setara dengan minyak solar.

Perbaikan kualitas biodiesel produk transesterifikasi menjadi biodiesel [ber]performa tinggi (BPT), yaitu biodiesel yang berkestabilan oksidasi unggul (periode induksi Rancimat > 20 jam), titik awan < 5 oC, angka setana > 60 dan memenuhi persyaratan emisi EURO 4, akan membuka prospek voume pemanfaatan yang jauh lebih besar.

Penggunaan biodiesel sebagai bahan campuran BBM terbatas hingga sekitar 20% (v/v). Untuk penambahan lebih dari 20% dibutuhkan BBN tak beroksigen (BBN berbasis biohidrokarbon). Bahan bakar minyak (BBM) sebenarnya adalah bahan-bahan bakar cair hidrokarbon fosil. Oleh karena itu pengganti BBM yang paling tepat adalah bahan-bahan bakar cair hidrokarbon terbarukan.

Kemiripan molekuler dari asam-asam lemak dengan hidrokarbon-hidrokarbon telah membuka peluang diproduksinya bahan-bahan bakar biohidrokarbon (green diesel, bensin nabati atau biogasoline, dan bioavtur atau jet biofuel). Karena molekul-molekul komponennya adalah hidrokarbon, dapat dicampurkan ke dalam bahan bakar minyak (BBM) padanannya tanpa batasan kadar (bisa sampai 100 % sekalipun).

Secara konseptual, ada tiga rute utama untuk memproduksi biohidrokarbon dari asam-asam lemak yaitu 1) teknologi hidrotreating/hirodeoksigenasi minyak nabati, 2) teknologi perengkahan katalitik minyak nabati, dan 3) teknologi dekarboksilasi dan pirolisis asam-asam lemak atau sabun-sabun logamnya.

Hidrodeoksigenasi dan dekaboksilasi minyak nabati adalah proses untuk menyingkirkan oksigen dari minyak nabati, sehingga menghasilkan produk utama n-parafin. Panjang rantai karbon n-parafin yang dihasilkan tergantung pada komposisi asam lemak penyusun trigliserida.

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling kaya akan minyak jenuh, sehingga menjadi pilihan pertama sebagai bahan baku proses hidrodeoksigenasi (HDO). Produksi bensin di dalam kilang minyak bumi sebagian besar dilaksanakan dalam unit FCC (Fluid Catalytic Cracking). Unit FCC bekerja dengan merengkah umpan hidrokarbon berantai panjang menjadi hidrokarbon berantai pendek, terutama fraksi bensin.

Saat ini minyak nabati mulai mendapat banyak perhatian untuk direngkah didalam unit FCC, baik dalam campuran dengan fraksi minyak bumi (co-processing), maupun murni minyak nabati saja (Gutierrez, 2010; Mittelmayr, 2008; Peng, 2012). Senyawa trigliserida yang merupakan komponen utama minyak sawit dapat direngkah untuk menghasilkan BBN yang tidak mengandung oksigen di dalam struktur hidrokarbonnya. BBN jenis ini biasa disebut dengan drop in biofuel karena dapat langsung digunakan sebagai pengganti BBM.

Produk biohidrokarbon dapat juga dihasilkan melalui dekarboksilasi dan pirolisis asam-asam lemak atau sabun-sabun logamnya. Secara konseptual, rute ini memiliki kebutuhan/konsumsi hidrogen minimal dan berkondisi lunak (tekanan atmosferik dan temperatur yang tidak terlalu tinggi) sehingga pantas untuk dikembangkan menjadi teknologi bagi pabrik-pabrik green diesel, bioavtur ataupun bensin nabati berkapasitas ekonomik minimum 50 – 100 ribu ton/tahun.

Kapasitas ekonomik minimum ini jauh lebih kecil dari pada pabrik-pabrik hidrodeoksigenasi minyak-lemak (> 400 ribu ton/tahun) atau kilang-kilang minyak mini (mini refinery, > 700 ribu ton/tahun), sehingga pabrik-pabrik bahan bakar biohidrokarbon yang menggunakan teknologi dekarboksilasi dan pirolisis asam-asam lemak atau sabun logamnya diharapkan dapat dibangun tersebar di seantero wilayah kepulauan Indonesia dengan menggunakan bahan-bahan baku lokal.