Apa Jadinya Ekonomi Indonesia Tanpa Sawit?

APA jadinya perekonomian Indonesia tanpa kelapa sawit? Akankah perekonomian Indonesia tetap tumbuh gilang-gemilang ataukah sebaliknya terpuruk?

Apa Jadinya Ekonomi Indonesia Tanpa Sawit?

APA jadinya perekonomian Indonesia tanpa kelapa sawit? Akankah perekonomian Indonesia tetap tumbuh gilang-gemilang ataukah sebaliknya terpuruk? Pertanyaan itu agaknya bisa terjawab dari gambaran berikut.

Sektor perkebunan saat ini merupakan sumber devisa utama bagi Indonesia. Dalam ranking penyumbang terbesar Produk Domestik  Bruto (PDB) Indonesia, sektor perkebunan menduduki posisi puncak mengalahkan sektor minyak dan gas bumi yang sempat menjadi primadona.

Sumbangan dari sektor perkebunan itu berasal dari 15 komoditas perkebunan, seperti sawit, jagung, kopi, coklat, teh, karet, dan lain-lain. Dan, patut dicatat, dari 15 komoditas di sektor perkebunan itu, kelapa sawit tampil sebagai penyumbang devisa terbesar mencapai, Rp287 triliun selama 2107.

Tidak heran bila sawit bisa menyumbang PDB sebanyak itu karena kini Indonesia sudah menjadi eksportir terbesar di dunia untuk sawit dan produk turunannya. Volume ekspor minyak sawit Indonesia, baik dalam bentuk CPO, PKO, dan produk turunannya termasuk oleokimia dan biodiesel, mencapai 16,6 juta ton.

Sumbangan dari sawit itu berasal dari perkebunan yang dikelola rakyat dan pengusaha yang mencakup lahan seluas 14,03 juta hektar. Sebanyak 40% dari total luas tersebut merupakan perkebunan milik rakyat.

Dengan lahan yang sangat luas, bisa dibayangkan sangat banyak pula orang yang menerima keuntungan ekonomi darinya. Saat ini, pengusahaan kelapa sawit menyerap lebih dari 5,5 juta tenaga kerja di sektor on farm (perkebunan), belum lagi ditambah tenaga kerja di sektor off farm dan jasa pada agribisnis kelapa sawit yang jumlahnya diperkirakan mencapai 12 juta orang lebih.

Di sektor off farm, ambil saja misalnya biodiesel, jumlah tenaga kerja yang terserap juga sangat banyak, mencapai 382.653 orang yang bekerja di kebun dan 2.887 orang di sektor non perkebunan.

Dengan daya serap tenaga kerja sebanyak itu, tidak heran bila Presiden Jokowi terus menerus menekankan bahwa kelapa sawit merupakan industri yang strategis karena menyangkut nasib 17 juta orang Indonesia. Saat berkunjung ke Selandia Baru, Jokowi menyampaikan bahwa angka 17 juta orang Indonesia yang bergantung pada sawit itu bukan jumlah yang sedikit, bahkan 3 kali lipat lebih banyak dibandingkan penduduk Selandia Baru.

Bagi perekonomian lokal juga demikian. Ambil contoh, provinsi Riau yang memang banyak menanam sawit. Sebanyak 39,31 persen dari perekonomian Riau ditopang oleh sawit. Bahkan dampak ikutan terhadap industri lainnya juga sangat besar. Sebanyak 167 dari 219 perusahaan dalam industri makanan di Riau telah menggunakan produk sawit dan perusahaan tersebut menyerap 43.395 orang tenaga kerja atau sekitar 70,60 persen dari total tenaga kerja industri besar dan sedang yang ada di Riau.

Gambaran ini menunjukkan betapa sawit merupakan komoditas strategis bagi Indonesia. Itulah mengapa pemerintah kini mati-matian membela posisi sawit di mata dunia. Bisa dibayangkan apa jadinya perekonomian Indonesia tanpa sawit. ***